REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, mengomentari rencana penjualan vaksin Gotong Royong individual melalui Kimia Farma. Saleh mengatakan Komisi IX DPR selama ini belum pernah mendengar secara langsung soal rencana penjualan vaksin melalui Kimia Farma.
Menurutnya, Komisi IX hanya mengetahui vaksin gotong royong diperuntukkan bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki banyak para pekerja. Vaksin gotong royong dibiayai oleh perusahaan sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosial.
"Kami baru mendengar hal ini dari media. Di group anggota komisi IX, hal ini sempat diperbincangkan," ujar Saleh dalam keterangan tertulisnya, Ahad (11/7).
Karenanya, Saleh meminta pemerintah memberikan penjelasan terkait kebijakan ini.
Selain itu, ia juga menilai perlunya penjelasan soal pelaksanaan vaksinasi dengan mekanisme ini. Hal ini berkaitan dengan siapa yang akan menjadi vaksinator, memonitor masyarakat yang telah divaksin di Kimia Farma.
"Bukankah setiap orang yang divaksin harus terus dievaluasi kondisinya? Harus diakui bahwa KIPI masih selalu ada. Itu perlu diawasi dan dimonitor. Nah, apakah mekanisme pembelian vaksin di Kimia Farma ini juga akan dievaluasi dan diawasi? Bagaimana koordinasinya dengan komnas/komda KIPI?" katanya.
Rencananya vaksin Covid-19 mulai bisa diakses masyarakat secara individu mulai Senin (12/7) besok. Untuk tahap awal, vaksin bisa dibeli di sejumlah gerai Kimia Farma dengan harga pembelian Rp 321.600 per dosis dan tarif maksimal pelayanan Rp 117.910.
Dikutip dari siaran pers PT Kimia Farma Tbk (KAEF), vaksinasi gotong royong jalur individu ini sejalan dengan Peraturan Menkes nomor 19 tahun 2021. Aturan ini memang mengubah beberapa poin mengenai mekanisme vaksinasi gotong royong. Produk vaksin yang dijual adalah Sinopharm, merek yang memang sebelumnya dipakai untuk program vaksinasi gotong royong.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menegaskan, program vaksinasi gotong royong untuk individu ini dibuka demi memperluas cakupan vaksinasi. Sasaran utamanya, ujar Nadia, adalah warga negara asing (WNA) di Indonesia. "Untuk memperluas vaksinasi, terutama untuk WNA ya. Tapi warga Indonesia juga boleh membeli," kata Nadia, Ahad (11/7).