REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Jajaran Polrestabes Bandung masih mendalami praktik dugaan pungutan liar (pungli) di tempat pemakaman umum (TPU) khusus Covid-19 di Cikadut, Kota Bandung yang melibatkan petugas pikul berinisial R dengan keluarga ahli waris berinisial YT. Sejauh ini, pihaknya menilai transaksi antara keduanya dilakukan berdasarkan kesepakatan dari masing-masing pihak dan belum ditemukan unsur pungli.
Kapolrestabes Bandung, Kombes Polisi Ulung Sampurna Jaya mengatakan pihaknya masih mendalami dugaan pungli yang viral di media massa tersebut. Sejauh ini, belum ditemukan unsur pungli sebab biaya yang dikeluarkan oleh YT dilakukan kepada masyarakat setempat.
"Bukan tidak ada (proses hukum), kita masih mendalami dan menyelidiki di mana punglinya. Kan itu pada saat kejadian antara masyarakat dengan saudara Yunita sudah ada kesepakatan karena dia memaksakan malam itu dimakamkan," ujarnya usai mediasi antara petugas dengan dinas di Mapolrestabes Bandung, (12/7).
Ia menuturkan, pada saat yang bersangkutan ingin petugas segera memakamkan jenazah. Kondisi jumlah penggali kubur saat itu sangat kurang, sehingga ditawarkan kepada YT dengan menggunakan jasa masyarakat setempat.
"Makanya ditawarkan kalau memang ada, ada masyarakat bisa menggunakan jasa masyarakat akhirnya bu Yunita deal dengan masyarakat di situ," katanya. Ia menyebutkan tidak terdapat kesepakatan antara yang bersangkutan dengan kepala pemakaman atau R.
"Jadi tidak ada deal dengan kepala pemakaman ataupun pak Redi, tidak ada. Adapun deal dengan masyarakat," katanya.
Ia menuturkan, lonjakan jenazah yang dimakamkan di TPU Cikadut meningkat signifikan dalam rentang dua pekan terakhir. Kondisi tersebut tidak ditunjang dengan jumlah petugas yang hanya sedikit 53 orang dan diantaranya terpapar Covid-19 sebanyak 10 orang.
"Saat peningkatan ini biasanya normal meninggal 3-5 orang, selama dua minggu ini perhari 50 bahkan pada saat malam kejadian 60-70 orang. Jadi memang sangat kekurangan. Ditambah lagi personel dari petugas pengangkut jenazah maupun penggali kubur ada yang terdampak positif," katanya.
Ulung mengatakan, pada saat yang bersangkutan ingin segera memakamkan jenazah ayahnya jumlah petugas hanya 12 orang. Selain itu, posisi alat berat berada di area pemakaman muslim yang berjarak jauh dengan pemakaman non muslim.
"Sehingga karena kekurangan karyawan atau personelnya akhirnya ditawarkan sekarang ada masyarakat menggunakan jasa masyarakat akhirnya pakai masyarakat kemudian terjadilah kesepakatan antara bu Yunita dengan masyarakat sehingga mengeluarkan uang sebesar Rp 2,8 juta akhirnya baru dikuburkan," katanya. Ia menegaskan tidak terdapat pelanggaran terkait kesepakatan tersebut.