Rabu 21 Jul 2021 16:03 WIB

Epidemiolog Sebut Tracing dan Tracking Harus Terus Diperkuat

Penguatan 3T menjadi kunci dalam menangani pandemi secepat mungkin.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas kesehatan mengambil sampel lendir warga saat uji usap PCR di UPT Puskesmas Tamblong, Kota Bandung, Senin (14/6). Presiden Joko Widodo mengatakan, pelaksanaan pemeriksaan (testing) dan pelacakan kontak erat (tracing) Covid-19 di Indonesia masih sangat kurang dan terbatas dari standar yang ditetapkan oleh badan kesehatan dunia (WHO). WHO memberikan pedoman bahwa untuk setiap unit terkecil harus minimal 1 per 1.000 orang diperiksa setiap minggunya. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas kesehatan mengambil sampel lendir warga saat uji usap PCR di UPT Puskesmas Tamblong, Kota Bandung, Senin (14/6). Presiden Joko Widodo mengatakan, pelaksanaan pemeriksaan (testing) dan pelacakan kontak erat (tracing) Covid-19 di Indonesia masih sangat kurang dan terbatas dari standar yang ditetapkan oleh badan kesehatan dunia (WHO). WHO memberikan pedoman bahwa untuk setiap unit terkecil harus minimal 1 per 1.000 orang diperiksa setiap minggunya. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat epidemiologi Indonesia dan peneliti pandemi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai pemerintah mesti memperkuat tahapan 3T (tracing, tracking, treatment) dalam menangani Covid-19. Adanya penambahan level pada Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menurut Dicky harus juga diiringi dengan penguatan strategi 3T.

"Apapun namanya, ya strategi itu harus penguatan 3T," kata Dicky, dihubungi Republika.co.id, Rabu (21/7).

Baca Juga

Menurutnya, sejak awal Indonesia sudah memiliki sistem pandemi serupa. Tahapan dalam karantina wilayah di Indonesia, misalnya dari ketat, hingga akhirnya dilonggarkan sudah dilakukan sejak awal pandemi.

Adanya PPKM yang dibagi per level, kata Dicky, bukanlah hal yang baru. "Kiat menghadapi pandemi kan bukan baru ini. Inilah kenapa sistem kesehatan itu yang harus dipergunakan sehingga kita tidak salah langkah seperti sejauh ini," kata dia lagi.

Sejak awal pandemi, lanjut dia, Indonesia sebenarnya tidak mampu untuk melakukan pembatasan. Sehingga, respons yang diperlukan mestinya adalah strategi yang cepat dan tepat yakni memperkuat 3T. Pemerintah harus mengetahui penyebaran Covid-19 di masyarakat secepat mungkin agar bisa dilakukan tindak lanjut.

"Termasuk titik berat kita itu harus ada di testing, tracing, penemuan kasus secepat mungkin, kemudian diisolasi, karantina, dan diberi dukungan perawatan dan program kunjungan rumah," kata dia lagi.

Pada akhirnya, jika 3T tidak juga diperkuat maka situasi akan menjadi semakin buruk. Dampak dari respons yang tidak cepat, bukan hanya di sektor kesehatan saja, namun di seluruh sektor termasuk ekonomi.

"Pada gilirannya kalau testing, tracingnya lemah, sebagaimana kita alami sejak pandemi, kita akan dihadapkan pada satu situasi dimana akhirnya harus memilih antara lockdown atau ekonomi. Itu yang terjadi saat ini. Antara nyawa dan ekonomi. Kan jadi berat banget ini, jadi kompleks situasinya," kata Dicky.

Lebih lanjut, ia menegaskan, sistem yang sudah dibentuk perlu digunakan terus dengan baik. Implementasinya di lapangan juga perlu diperkuat lagi. Jika terlalu lama dan tidak ada perubahan strategi, maka Indonesia akan kehilangan banyak sumber daya dan waktu.

Dicky menuturkan, kebijakan yang dikeluarkan harus berbasis ilmu pengetahuan. Ia juga meminta agar pemerintah mendengarkan ahli-ahli epidemiologi serta ahli kesehatan yang memang mengetahui situasi di lapangan.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement