REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Keuangan mencatat realisasi anggaran insentif bagi tenaga kesehatan sebesar Rp 4,66 triliun pada tahun ini. Adapun realisasi ini mencakup tunggakan Rp 1,48 triliun pada tahun lalu dan alokasi anggaran sebesar Rp 3,18 triliun pada tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, realisasi pencairan sebesar Rp 1,48 triliun diberikan kepada dua ratus lima ribu tenaga kesehatan. “Per 16 Juli 2021 telah dibayarkan Rp 3,18 triliun kepada 416.360 tenaga kesehatan,” ujarnya saat konferensi pers APBN KiTa secara virtual, Rabu (21/7).
Sedangkan insentif tenaga kesehatan di daerah telah dicairkan sebesar Rp 245,01 miliar kepada 50.849 tenaga kesehatan. Adapun insentif ini dananya berasal dari tambahan biaya operasi kesehatan (BOK).
Selain itu sebanyak 23.992 tenaga kesehatan lainnya juga mendapat insentif senilai total Rp 1,79 triliun. Adapun dana tersebut berasal dari earmark DAU/DBH Tahun Anggaran 2021.
“Ini tentu masih sangat kecil dibandingkan jika kita lihat tahun lalu jumlah nakes di daerah bisa mencapai 848.885. Kita lihat yang dibayarkan sekarang baru 50.849 plus 23.991 nakes atau baru 21 persen,” ucapnya.
Pada tahun lalu, realisasi insentif bagi tenaga kesehatan pusat sebesar Rp 4,65 triliun. Sedangkan bagi tenaga kesehatan daerah yang berada di bawah administrasi Kemenkes baik yang ada provinsi, kabupaten/kota realisasinya tercatat sebesar Rp 3,38 triliun yang diberikan kepada 848.885 tenaga kesehatan.
“Ini sekali lagi kami akan minta kepada daerah agar segera melakukan pencairan terutama insentif nakes. Apalagi dalam situasi kenaikan Covid-19 yang melonjak begitu besar,” ucapnya.
Sri Mulyani menyadari, anggaran kesehatan pasti meningkat seiring dengan melonjaknya kasus Covid-19. Oleh karena itu, beberapa pos ditambahkan mulai dari insentif bagi tenaga kesehatan sampai obat pasien isolasi mandiri (isoman).
“Kita meningkatkan alokasinya Rp 25,87 triliun dengan total Rp 65,9 triliun. Tentu realisasinya akan diaudit oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) kepada rumah sakit bisa mengklaim dari perawatan pasien,” katanya.
Sri Mulyani menjelaskan, melonjaknya kasus membuat keterisian rumah sakit ikut penuh di beberapa daerah. Pemerintah mengatasinya dengan membangun rumah sakit darurat. Ada beberapa titik rumah sakit darurat seperti Asrama Haji Pondok Gede, Wisma Haji Surabaya, dan Wisma Haji Boyolali.
Adapun anggaran bagi rumah sakit darurat sebesar Rp 2,75 triliun.Pembangunan rumah sakit darurat perlu juga ditambah dengan tenaga kesehatan, ada kenaikan Rp 1,08 triliun bagi tiga ribu dokter non spesialis dan 20 ribu perawat dan total anggarannya Rp 18,4 triliun.
“Dan kenaikan Covid-19 juga banyak yang melakukan isoman. Paket pengobatan mereka akan mencapai dua juta yang dibagikan kepada mereka. Ini akan ada tambahan Rp 400 miliar. Dari alokasi awal Rp 770 miliar, totalnya menjadi Rp 1,17 triliun,” ucapnya.