Senin 26 Jul 2021 11:52 WIB

Israel Tunda Implementasi Kesepakatan Minyak dengan UEA

Aktivis memperingatkan tentang potensi ancaman terhadap karang Laut Merah utara

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
UEA dan Israel Rintis Kerja Sama Bisnis, ilustrasi
Foto: Republika
UEA dan Israel Rintis Kerja Sama Bisnis, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Kementerian Perlindungan Lingkungan Israel telah mengumumkan keputusannya untuk menunda implementasi kesepakatan transportasi minyak yang diusulkan dengan Uni Emirat Arab (UEA). Penundaan itu akan membekukan sebuah proyek yang telah membuat para pecinta lingkungan geram.

Perjanjian tersebut yaitu melihat opsi pengiriman minyak dari wilayah Teluk ke pelabuhan Laut Merah Eilat dengan kapal tanker, ketimbang dikirim dengan pipa melalui daratan Israel ke pelabuhan Mediterania Ashkelon, yang kemudian akan dikirim ke Eropa.

Baca Juga

Kesepakatan minyak, yang melibatkan Perusahaan Pipa Eropa-Asia milik negara Israel (EAPC) dan perusahaan Israel-Emirat bernama MED-RED Land Bridge Ltd, belum diluncurkan. Tetapi para aktivis memperingatkan tentang potensi ancaman terhadap karang Laut Merah utara di lepas pantai Eilat. Organisasi lingkungan Israel menentang rencana tersebut di pengadilan, dengan alasan risiko kebocoran atau tumpahan minyak. Puluhan juta ton minyak mentah diperkirakan akan dibawa melalui Israel setiap tahun.

EAPC mengajukan tanggapannya di pengadilan pekan lalu. Mereka memberikan penilaian risiko, dan mengklaim bahwa risiko dari peningkatan aliran minyak mentah sangat kecil. Tetapi pada Ahad (25/7), Kementerian Perlindungan Lingkungan Israel mengatakan, penilaian risiko tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh kementerian. Sehingga, penilaian itu tidak valid.

“Kami menunda evaluasi persiapan Anda untuk meningkatkan aktivitas di pelabuhan Eilat, sampai pemerintah berdiskusi dan mencapai keputusan tentang proyek tersebut," ujar Kementerian Perlindungan Lingkungan Israel dalam sebuah surat kepada EAPC.

Keputusan untuk membekukan implementasi kesepakatan itu dibuat oleh Menteri Perlindungan Lingkungan Israel Tamar Zandberg dari partai sayap kiri Meretz yang belum lama ini dilantik. Dia telah menjadi penentang keras kesepakatan EAPC-Emirat.

Juru bicara pemerintah Perdana Menteri Naftali Bennett, mengatakan, kantornya telah meminta perpanjangan waktu kepada pengadilan, untuk menanggapi petisi yang diajukan oleh organisasi lingkungan. Aktivis berpendapat, kesepakatan itu menghindari pengawasan ketat peraturan karena status EAPC sebagai perusahaan milik negara yang bekerja di sektor energi yang sensitif. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement