Selasa 27 Jul 2021 13:40 WIB

GT Jabarkan Tiga Tantangan Industri Penerbangan saat Pandemi

Dengan demikian perlu adanya strategi untuk memastikan protokol kesehatan.

Pesawat Sriwijaya Air. Ilustrasi
Foto: REPUBLIKA/ YOGI ARDHI
Pesawat Sriwijaya Air. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu terakhir kita meliha maskapai penerbangan nasional terbesar di Indonesia, Garuda Indonesia yang semakin terpuruk kondisi keuangannya. Lalu menyusul di belakangnya, maskapai Sriwijaya Air yang juga sempat terpuruk ketika pecah kongsi dengan Garuda Indonesia sehingga akhirnya terpaksa melakukan PHK terhadap pekerjanya.

CEO/ Managing Partner Grant Thornton Indonesia Johanna Gani melihat, Covid-19 telah memberikan banyak pukulan telak terhadap industri penerbangan tidak hanya di Indonesia namun di seluruh dunia. Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memprediksi arus kas industri penerbangan akan tetap negatif selama tahun 2021 dengan potensi cash burn hingga 75 miliar dolar Amerika Serikat. Hal ini menunjukkan bahwa persiapan industri penerbangan untuk dapat bangkit kembali membutuhkan perencanaan yang sangat matang.

"Grant Thornton dalam laporan terbaru “Aviation: preparing the return of travel” menjabarkan tiga poin utama tantangan kompleks yang dihadapi oleh industri penerbangan, termasuk perusahaan maskapai penerbangan hingga perusahaan penyedia (leasing) armada pesawat," kata dia, Selasa (27/7).

Pertama, likuiditas. Ia menjelaskan, manajemen dan perkiraan arus kas menjadi tantangan serius bagi maskapai penerbangan dan bisnis pendukungnya. Meskipun  pendapatan menurun drastis, sektor penerbangan masih menanggung biaya tetap dan biaya operasional yang besar. "Meningkatnya Covid-19 mendorong pelaku usaha untuk mengurangi pengeluaran dan meningkatkan likuiditas. Beberapa faktor yang mendorong perencanaan arus kas semakin sulit," ujar dia.

Banyak maskapai penerbangan yang menggunakan tunjangan dari pemerintah untuk membayar gaji dan biaya tetap lainnya. Namun, tentu tidak dapat dipastikan berapa lama fasilitas tersebut akan tersedia dan apakah skemanya akan tetap sama. Selanjutnya masih ada kemungkinan pembatasan perjalanan dan pengaruhnya atas perilaku pelancong. 

Dari sisi lessor atau perusahaan penyedia armada pesawat, kondisi sekarang merupakan hal yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam industri ini. Karena seluruh maskapai penerbangan di dunia terpengaruh, perusahaan penyedia armada pesawat menghadapi berbagai masalah likuiditas krusial. Mulai dari penurunan pendapatan sewa secara drastis, penundaan pembayaran hingga upaya maskapai untuk mengembalikan pesawat.

"Kedua, Biaya operasional. Dalam industri penerbangan, cara utama untuk menurunkan biaya operasional adalah dengan mengurangi karyawan. Hal ini juga terjadi pada maskapai nasional Garuda Indonesia yang menawarkan program pensiun dini bagi karyawan mereka. Maskapai besar lainnya dari berbagai belahan dunia juga telah mengumumkan niat untuk memberhentikan sejumlah karyawan secara masif," ujar dia.

Namun, kata dia, Grant Thornton menekankan pentingnya untuk memastikan bahwa pendekatan ini tidak akan memengaruhi masa depan maskapai saat kembali beroperasi normal. Terutama terkait hilangnya karyawan-karyawan dengan keterampilan khusus. 

Bagi industri penyedia armada pesawat/lessor kondisi semakin buruk dengan kecilnya area untuk bermanuver. Model bisnis yang ada saat ini menekankan besarnya biaya operasional termasuk ketidakmampuan untuk memindahkan pesawat mereka ke wilayah lain atau ke operator white label. 

Ketiga, utang dan restrukturisasi. Untuk maskapai penerbangan, utang modal yang diperoleh melalui kepemilikan atau penyewaan pesawat memakan porsi besar dari biaya tetap mereka, dengan kondisi perusahaan penyedia armada pesawat/lessor tidak mau mengambil kembali pesawat mereka.

Menurut dia, maskapai penerbangan perlu menegosiasikan kembali kesepakatan mereka dengan perusahaan leasing dan pembiayaan untuk mendapat penangguhan maupun penurunan suku bunga untuk jangka waktu yang masuk akal. Dengan melihat kondisi yang masih belum menentu seperti sekarang, penangguhan dan penurunan suku bunga untuk jangka waktu pendek pun bukan menjadi solusi untuk jangka panjang.  

"Penyetujuan prosedur restrukturisasi ataupun kepailitan dengan semua kreditur dan pemangku kepentingan tentu juga tidaklah mudah. Diperlukan upaya bersama antara seluruh pelaku pasar untuk mengimplementasikan solusi inovatif yang sesuai dengan disrupsi Covid-19 yang belum pernah dihadapi sebelumnya," ujar dia.

Gani menjelaskan, meskipun terdapat ketidakpastian apakah bisnis akan kembali seperti semula, penting bagi pelaku industri penerbangan untuk mulai mempersiapkan kembalinya permintaan konsumen dan bisnis. Dengan demikian perlu adanya strategi untuk memastikan protokol kesehatan. Seperti menjaga jarak, pemeriksaaan kesehatan, disinfektan fasilitas selain juga kepastian vaksinasi terhadap penumpang, pilot, pramugari, dan juga petugas bandara sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk menggunakan moda transportasi pesawat di tengah pandemi.

“Kondisi pasar saat ini jelas mengakibatkan tantangan operasional dan likuiditas, namun secara bersamaan juga memberi peluang bagi maskapai yang memiliki neraca kuat dan akses ke pemberi pinjaman atau investor  untuk melakukan restrukturisasi secara fundamental atas model bisnis dan operasi mereka," kata dia. 

Ia mencontohkan seperti konsep travel dan mobilitas yang terintegrasi dan digitalisasi operasi. Jaringan global baru yang dinamis, shared fleet management dan penentuan struktur dan metode penentuan harga (pricing modelling) akan membantu dalam mengatasi tekanan jangka panjang dan jangka menengah. 

"Juga memungkinkan model bisnis dan operasi untuk lebih tahan terhadap volatilitas pasar. Selain itu, juga perlu adanya kerja sama yang lebih erat antara pemangku kepentingan seperti maskapai dan regulator, serta organisasi yang menaungi transportasi udara seperti Indonesia National Air Carriers Association (INACA), International Air Transport Association (IATA) maupun International Civil Aviation Organization (ICAO)," kata Johanna. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement