REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Wahyu Suryana, Silvy Dian Setiawan
Wafatnya seorang pengayuh becak berusia 84 tahun bernama Bilal di Yogyakarta jadi salah satu peristiwa pilu pandemi Covid-19 di Tanah Air. Bilal meninggal di atas becaknya sendiri di Jalan Magangan Kulon, Kelurahan Patehan, Kemantren Kraton, Kota Yogyakarta, Senin (19/7).
Di samping pintu masuk Bangsal Magangan Kraton Yogyakarta, Bilal ditemukan meninggal dunia selepas Maghrib setelah seorang warga berniat memberi makanan menemukan Bilal tidak memberi reaksi. Setelah melapor ke Ketua RT dan Babinkamtibmas Polsek Kraton, dilakukan tes antigen dan baru diketahui Bilal terpapar corona.
Walau memiliki KTP Patehan, Bilal tidak memiliki rumah di Patehan dan setiap hari memang tidur di becaknya. Lurah Patehan, Handani, sempat mendatangi rumah anak perempuan Bilal, Siti Lestari, yang ada di Kabupaten Bantul. Namun, anak dan menantu Bilal mengaku tidak memiliki biaya untuk melakukan penguburan kepada jenazah Bilal.
Setelah itu, Handani mengirim surat ke Dinas Sosial Kota Yogyakarta, namun tidak pula bisa mendapatkan bantuan untuk biaya penguburan. Pasalnya, Bilal memiliki KTP di Kalurahan Patehan dan tidak masuk kriteria orang terlantar.
Akibatnya, jenazah Bilal sempat terlantar selama tiga hari di RSUD Kota Yogyakarta. Handani mencari makam dan berinisiatif memakai uang pribadinya Rp 5 juta untuk penguburan Bilal di Pemakaman Karanganyar, Kecamatan Mergangsan.
In Picture: Jumlah Kematian Harian Covid-19 Tembus Angka 2.000
"Karena saya memang harus mengambil satu keputusan dan sudah mentok, keluarga kurang merespon, tapi bagaimana caranya Pak Bilal agar bisa dikuburkan karena sudah tiga hari di rumah sakit," kata Handani kepada Republika, Selasa (27/7).
Walaupun sempat kebingungan, ia terus mencari pemakaman yang mudah, murah dan cepat. Setelah mendapatkan lokasi, Handani meminta bantuan Tim Kubur Cepat BPBD Kota Yogyakarta untuk membantu mengurus jenazah Bilal. Ia mengaku bersyukur, pada Kamis (22/7) dini hari sekitar 02.00 jenazah Bilal akhirnya dapat dimakamkan.
"Saya merasa lega, saya tidak memikirkan uang itu siapa yang mengganti, saya hanya berharap kita semua bisa lebih baik dalam melayani masyarakat dan saya berdoa agar Pak Bilal bisa diterima," ujar Handani.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) DIY, Endang Patmintarsih, mengakui, kelurahan setempat sempat mengirim surat ke dinas sosial agar biaya pemakaman atau bedah bumi untuk almarhum Bilal dapat ditanggung oleh pemerintah. Namun, dikarenakan tukang becak tersebut memiliki KTP di Kelurahan Patehan, dinsos tidak dapat menanggung biaya bedah bumi, sebab tidak masuk dalam kategori orang terlantar.
"Kalau untuk bedah bumi penguburan Covid-19 di BPBD, dinsos untuk orang terlantar," kata kepada Republika melalui pesan singkatnya, Selasa (27/7).