REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, menyoroti pengecatan pesawat kepresidenan yang memakan biaya tak sedikit. Menurutnya, hal tersebut menunjukkan Istana kurang peduli dengan kondisi masyarakat saat ini yang sedang berjuang menghadapi pandemi.
Ini pun bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa pejabat harus punya sense of crisis. "Harus punya sense of crisis lah ya. Harus mempunyai rasa kepedulian terhadap kondisi kekinian," kata Guspardi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (3/8).
Politikus PAN itu meminta pemerintah menjelaskan ke masyarakat terkait kabar pengecatan pesawat yang biayanya disebut-sebut mencapai Rp 2 Miliar. Penjelasan dari Istana dinilai penting agar isu ini tidak menjadi polemik di masyarakat.
Apalagi, biaya pengecatan yang besar di tengah pandemi Covid-19. "Tentu harus jelas apa substansi dari pada perubahan warna. Pemerintah harus menjelaskan kepada publik supaya jangan menimbulkan miskomunikasi dan persepsi yang terkesan menghamburkan dana. Tentu harus dilakukan klarifikasi. Wajib itu," ujarnya.
Guspardi meminta agar pemerintah tak melakukan hal-hal yang memang tidak diperlukan saat ini. Apalagi, hanya mengecat ulang pesawat dan helikopter kepresidenan dengan anggaran yang cukup besar. "Hal-hal yang tidak substansi tak perlu dilakukan," ujar anggota Baleg DPR tersebut.
Sebelumnya, pihak istana angkat bicara terkait pengecatan pesawat presiden tersebut. Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono menjelaskan, pesawat BBJ 2 sudah beroperasi selama tujuh tahun di Indonesia.
Artinya, pesawat memang sudah harus masuk perawatan besar atau overhaul, dengan kategori C Check. Di dalam dunia penerbangan, perawatan C Check lebih berat daripada A Check atau B Check.
"Itu harus dilakukan untuk keamanan penerbangan. Mengenai cat, memang sekalian diperbarui karena sudah waktunya. Pilihan warnanya adalah warna kebangsaan, merah dan putih. Warna bendera nasional," kata Heru, Selasa (3/8).