REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Toto Izul Fatah mengatakan, para penulis itu sama dengan seniman, sastrawan dan budayawan. Mereka lahir dengan pewarisan sifat ‘DNA’-nya (deoxyribonucleic aid-dalam istilah kedokteran) untuk selalu berkarya, bukan untuk berkuasa.
"Mereka bergerak mengalir atas panggilan jiwa dan moral yang berbasis pada kreativitas dan sensitivitas terhadap lingkungan sekitar,” kata Toto, kepada Republika.co.id, Senin (9/8).
Pernyataan ini disampaikan kisruh para penulis yang tergabung dalam organisasi Satupena, setelah sejumlah anggotanya menggelar Rapat Luar Biasa Anggota (RLBA) pada tanggal 1 dan dilanjut 8 Agustus 2021 tanpa melibatkan Ketua Umum Satupena yang sah, DR. Nasir Tamara.
Buntut dari kisruh tersebut, Nasir Tamara (NT) didukung para penulis senior lain melayangkan somasi kepada para penyelenggara RLBA karena dianggap sebagai kegiatan organisasi yang liar dan illegal. Dalam siaran persnya, Ahad (8/8) kemarin, kuasa hukum NT, Robby Asshidiqie dan Fikri Assegaf SH meminta siapapun untuk tidak menggelar kegiatan organisasi yang mengatasnamakan Satupena.
“Apabila mereka tetap melanggar, kami tidak akan segan untuk melakukan gugatan baik perdata, maupun melaporkan pasal pidana, dan atau upaya hukum lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku,” kata Asshidiqie, saat itu.
Toto yang juga Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA mengaku perihatin atas kisruh tersebut. Menurutnya, kisruh itu sangat berpotensi merusak citra para penulis sebagai salah satu bagian dari civil society. Mereka sebaiknya kembali kepada ‘DNA’ awalnya sebagai komunitas yang tak memiliki syahwat berebut kekuasaan.
“Sudahlah, cukup yang yang bertikai berebut kekuasaan itu para politisi di partai politik dan gedung DPR/MPR. Jangan dibawa merembet ke organisasi para penulis. Seluruh anggota Satupena itu seharusnya tak punya waktu dan kesempatan untuk berpikir berebut kekuasaan dan jabatan ketua umum, karena waktunya dihabiskan untuk berkarya,” kata Toto.
Karena itu, Toto mengingatkan, siapapun yang hari ini tergabung dalam Satupena untuk tidak mengajari para penulis lakukan ‘kudeta’. Disamping telah melenceng keluar dari habitat aslinya sebagai penulis sekaligus civil siciety, juga hanya akan menjadi nontonan menggelikan rakyat hari ini yang sedang mengalami berbagai kesulitan hidup.
Menurut Toto, sangat tak elok dilihat dan didengar, para penulis harus menguras waktunya dengan berebut posisi lewat ‘kudeta’ jabatan ketua umum yang sah. Masih ada ruang demokrasi yang terbuka lebar untuk berdialog dan beradu gagasan sehat. Terutama, dalam kontek merumuskan peran maksimal para penulis dalam menunaikan tugas sucinya sebagai kelompok intelektual yang kritis, kreatif dan peduli terhadap keadaan hari ini yang sedang tidak baik-baik saja.
“Saya sih berharap, jangan ada penulis yang mau menjadi inang bersemainya virus demokrasi yang pathogenic di lingkungannya masing-masing, termasuk di lingkungan organisasi para penulis. Mari kita jaga imunitas demokrasi ini agar makin sehat dan kuat. Salah satunya, mereka harus kembali ke ‘DNA’ awalnya sebagai agen moral, bukan agen kekuasaan,” tegas Toto