Rabu 11 Aug 2021 15:39 WIB

Gadis Indramayu Diduga Jadi Korban Trafficking di Papua

Polisi menemukan empat anak lain yang mengalami tindakan serupa.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Ilham Tirta
Human trafficking (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Human trafficking (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Seorang gadis remaja asal Kabupaten Indramayu, S (14 tahun), diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau human trafficking. Korban dikabarkan mengalami penyiksaan jika menolak melayani tamu di tempat karaoke di Paniai, Papua.

Ibu kandung korban, Marni (33), menjelaskan, peristiwa itu bermula saat anaknya diajak pergi main oleh temannya yang berinisial D pada 1 Juli 2021. Selama dua hari, anaknya tidak pulang dan nomor kontaknya tidak bisa dihubungi.

"Anak saya baru memberi kabar pada 3 Juli 2021, katanya dia ada di Surabaya karena diajak temannya itu,’’ kata Marni, saat ditemui di rumah kontrakannya di Kelurahan Bojongsari, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, Rabu (11/8).

Korban yang masih duduk di bangku kelas 3 SMP itu memberi kabar akan dipekerjakan di sebuah kedai kopi. Kenyataannya, pada 21 Juli 2021, korban mengabarkan dirinya dibawa ke Paniai, Papua, untuk dijadikan pemandu lagu di sebuah tempat karoke.

Menurut Marni, anaknya menolak dipekerjakan sebagai pemandu lagu di tempat karaoke. Namun, anaknya mendapat penyiksaan dan tidak diberi makan jika menolak melayani tamu yang datang.

"Anak saya tidak mau kerja begitu, dia nangis-nangis minta dipulangkan,’’ tutur Marni.

Namun, lanjut Marni, anaknya tidak bisa kabur dari tempat itu. Anaknya dipaksa terus melayani tamu dan hanya diberi upah dari hasil penjualan minuman keras.

Marni mengaku sangat sedih mengetahui kondisi yang menimpa anaknya. Namun, pemilik tempat karaoke pernah meminta uang tebusan Rp 25 juta jika ingin anaknya kembali. Belakangan, tebusan itu dihapus asalkan pihak keluarga mencabut laporan ke polisi.

Marni memang melaporkan kasus itu kepada polisi. Saat ini, anaknya telah berhasil diselamatkan dan ada di Mapolres Paniai. Selain korban S, ternyata ada empat remaja lain yang mengalami nasib serupa.

Marni kini bisa sedikit merasa lega. Namun, dia berharap agar anaknya bisa segera dipulangkan ke Kabupaten Indramayu. "Saya minta tolong kepada polisi, Ibu Bupati atau siapa saja untuk memulangkan anak saya dan teman-temannya,’’ tutur Marni, yang setiap hari selalu menangis mengkhawatirkan anaknya.

Koordinator Lembaga Perlindungan Anak Indramayu (LPAI), Adi Wijaya, menyatakan akan berkoordinasi dengan polisi dan semua pihak yang terkait untuk membantu kepulangan korban dan teman-temannya. Menurutnya, pihak keluarga mengalami kesulitan memulangkan mereka.

"Secara ekonomi, keluarga mereka tidak mampu, sehari-hari jualan bubur, tidak mampu beli tiket ke Papua,’’ kata Adi.

Kasat Reskrim Polres Indramayu, AKP Luthfi Olot Gigantara membenarkan adanya kasus tersebut. Dia akan memberikan keterangan di lain waktu. "Nanti akan disampaikan lengkap ya, setelah korban sampai di Jakarta,’’ kata Lutfhi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement