Kamis 19 Aug 2021 03:53 WIB

Pembekuan Darah Akibat Vaksin Covid-19 Sebenarnya Langka

Pembekuan darah akibat vaksin Covid-19 sangat berbahaya.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Indira Rezkisari
Vaksinator bersiap melakukan vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin jenis AstraZeneca. Sindrom pembekuan darah mempengaruhi sekitar 1 dari 50.000 orang di bawah usia 50 tahun yang menerima vaksin AstraZeneca.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Vaksinator bersiap melakukan vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin jenis AstraZeneca. Sindrom pembekuan darah mempengaruhi sekitar 1 dari 50.000 orang di bawah usia 50 tahun yang menerima vaksin AstraZeneca.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Para peneliti dari Universitas Oxford di Inggris membuat kemajuan dalam memahami gangguan pembekuan darah terkait vaksin Covid-19. Para peneliti menggambarkannya sebagai kondisi sangat langka tetapi berpotensi amat berbahaya saat terjadi.

Sindrom pembekuan darah mempengaruhi sekitar 1 dari 50.000 orang di bawah usia 50 tahun yang menerima vaksin yang dikembangkan oleh AstraZeneca Plc dan Universitas Oxford. Ini menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine.

Baca Juga

Hampir seperempat dari pasien yang pasti atau mungkin memiliki kondisi tersebut meninggal. Kemungkinan kematian meningkat menjadi 73 persen di antara mereka yang memiliki jumlah trombosit sangat rendah dan faktor lainnya.

Kasus gangguan, yang disebut trombositopenia imun dan trombosis, telah menurun sejak pembatasan usia diperkenalkan dalam peluncuran. Para peneliti berharap temuan ini akan membantu negara-negara yang sangat bergantung pada vaksin AstraZeneca untuk menanggapi kondisi tersebut dan memutuskan siapa yang harus menerima suntikan.

Inokulasi vaksin Covid-19 telah dirundung oleh masalah keamanan yang mendorong beberapa regulator membatasi penggunaannya untuk orang dewasa yang lebih tua. Gangguan ini dapat mempengaruhi anak muda dan penerima vaksin yang sehat.

"Apa yang telah kami pelajari di Inggris sangat penting bagi negara lain," kata Sue Pavord, sebagai peneliti di Rumah Sakit Universitas Oxford dilansir dari NDTV pada Rabu (18/8).

"Jika mereka dapat mengenali kondisi ini dan mengelolanya dengan segera. Mereka dapat melanjutkan dengan vaksinasi," ujar Pavord.

Diketahui, data yang diterbitkan pada bulan Juli menunjukkan vaksin AstraZeneca tidak meningkatkan risiko gangguan setelah dosis kedua. Tingkat perkiraan adalah 2,3 per sejuta pada orang yang menerima suntikan kedua. Ini sebanding dengan apa yang ditemukan pada populasi yang tidak divaksinasi. Tetapi tingkat setelah dosis tunggal lebih tinggi, pada angka 8,1 per sejuta.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement