REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya mewujudkan target penurunan emisi karbon sesuai Perjanjian Paris 2016 tak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Usaha ini membutuhkan peran serta berbagai pihak.
Kolaborasi antara pemerintah, organisasi masyarakat sipil, akademisi, pihak industri, dan masyarakat, sangat diperlukan untuk menangani isu perubahan iklim ini. Salah satu contoh pihak yang ikut ambil bagian, adalah The Asia Foundation.
Untuk mendukung berjalannya upaya pelestarian hutan di wilayah-wilayah kaya hutan di Indonesia, lembaga ini menginisiasi dan mendorong agar skema transfer anggaran berbasis kinerja lingkungan hidup menjadi salah satu indikator penting dalam pengelolaan keuangan di Indonesia.
“Pemerintah daerah yang berkinerja baik dalam pengelolaan lingkungan hidup akan mendapat reward atau insentif anggaran keuangan dari pemerintahan di atasnya,” kata Deputy Director of Environmental Government Unit The Asia Foundation, Alam Suryaputra di acara webinar Katadata SAFE Forum 2021, seperti dalam keterangan resminya, Jumat (27/8).
Melalui program Transfer Anggaran Provinsi Berbasis Ekologis (TAPE), kabupaten yang berkinerja ekologi baik akan mendapatkan insentif lebih dari pemerintah provinsi di atasnya. Sementara, pada Transfer Anggaran Kabupaten Berbasis Ekologis (TAKE), desa-desa yang berkinerja ekologi baik akan mendapatkan insentif lebih dari pemerintah kabupaten. Dana insentif ini bisa digunakan untuk pengembangan pelestarian hutan, atau menggerakkan ekonomi berkelanjutan di daerah.
"Awalnya banyak pemda yang ragu untuk menerapkan program ini, karena khawatir bertentangan dengan aturan daerah di atasnya. Tapi sekarang, setidaknya ada 6 pemerintah daerah yang sudah memiliki dan menjalankan regulasi TAPE dan TAKE," kata dia.
Selain Asia Foundation, lembaga Research Centre for Climate Change (RCCC) Universitas Indonesia (UI) juga melakukan kajian mengenai mitigasi perubahan iklim dengan skema TAPE. Lembaga ini melakukan simulasi perhitungan anggaran dengan memasukkan tambahan indicator baru ke dalam ke dalam rumusan Dana Alokasi Umum yang dimiliki Kementerian Keuangan.
Saat ini, rumusan perhitungan DAU hanya memasukan indeks luas wilayah daratan dan indeks luas wilayah lautan. RCCC UI menambahkan indeks wilayah tutupan hutan berdasarkan data dari Kementerian Kehutanan, ke dalam rumusan itu. Artinya, daerah dengan kinerja ekologi baik karena dapat melestarikan hutan yang lebih luas akan mendapatkan insentif dana yang lebih besar.
Ketika data wilayah tutupan hutan itu dimasukkan ke dalam perhitungan DAU, maka kabupaten-kabupaten kaya hutan ini akan mendapatkan tambahan dana insentif yang besar. ”Bisa mencapai puluhan miliar rupiah. Bahkan, daerah yang memiliki tutupan hutan sangat besar bisa mendapatkan tambahan dana lebih dari seratus juta rupiah,” kata tim riset RCCC UI Rafie Mohammad.
Lain lagi halnya yang dilakukan oleh Danone Indonesia. Produsen makanan dan minuman ini ambil bagian dengan melakukan konservasi lahan. Menurut Head of Climate & Water Stewardship, Danone Indonesia, Ratih Anggraeni, selama 10 tahun terakhir pihaknya telah menanam 2,4 juta pohon di wilayah seluas 6.000 hektar yang tersebar di 15 kabupaten di Indonesia.
Peran aktif berbagai kalangan ini diapresiasi oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan. “Itu semua sangat dibutuhkan oleh pemerintah. Dukungan, partisipasi, dan berbagai tidakan konkrit untuk kemudian kita sama-sama mensukseskan pembangunan yang lebih sustainable,” kata Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal, Dian Lestari.