REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Memastikan pembangunan yang berkelanjutan di tanah Papua menjadi komitmen semua pihak terkait saat ini. Termasuk di antaranya Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, organisasi lingkungan hingga masyarakat adat setempat.
Hal tersebut menjadi bagian dari perwududan Deklarasi Manokwari, yang merupakan hasil International Conference on Biodiversity and Economy Creative (ICBE) 2018. Deklarasi tersebut bentuk komitmen Pemprov Papua dan Papua Barat untuk menunjang pembangunan berkelanjutan berbasis wilayah adat.
Kepala Bappeda Papua Barat Charlie Danny Heatubun mengungkapkan, komitmen deklarasi tersebut hingga kini terus ditindaklanjuti secara agresif oleh kedua Pemerintah daerah setempat.
Sejumlah kebijakan tersebut dikeluarkan guna memastikan komitmen sejumlah poin yang menjadi komitmen deklarasi itu terwujud. Khususnya, memastikan bahwa kelesatarian lingkungan dan hak-hal wilayah adat tetap terjaga di tengah pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan.
"Memang dalam perkembangannya turunan kebijakan deklarasi itu sangat progresif. Terutama kami di Papua Barat ada dua Perdasus. Sejak itu banyak juga implementasi yang sudah dilakukan, dan ada forum untuk mengawal masing-masing butir Deklarasi Manokwari, sehingga secara regulasi itu bisa disahkan," ujar Charlie dalam webinar Katadata SAFE 2021 bertajuk 'Green Development Acceleration in the Land of Papua', seperti dalam keterangan resminya pada Jumat (27/8).
Namun menurut dia ada sejumlah kendala yang kini dihadapi dalam menjaga agar komitmen besama tersebut bisa dijalankan dengan baik. Antara lain memastikan pembangunan berkelanjutan dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian hutan minimal 70 persen, melibatkan dan memenuhi hak-hak masyarakat adat dan tetap menjaga ekosistem laut minimal 50 persen.
"Kita coba atasi krisis iklim yang juga jadi masalah global ini dengan cara-cara konvensional. Kita tidak menggunakan teknologi canggih, tapi bagiamana kebijakan-kebijakan ramah lingkungan, perhatian masyarakat adat, sekaligus kita gunakan untuk atasi krisis iklim," ungkapnya.
Dia menjabarkan, saat ini tantangan yang dihadapi antara lain dari sisi fiskal. Bagaimana Pemerintah Pusat khususnya bisa memberikan insentif bagi masyarakat setempat asli tanah Papua bisa terus menjaga komitmen tersebut, tapi di sisi lain kesejahteraan mereka meningkat.
“Salah satu yang diharapkan dengan penetapan standar nilai ekonomi dari emisi karbon. Kendala terbesar saat ini dari aspek fiskal, apa yang kita butuhkan ini insentif fiskal berbasis ekologis. Kita mengharapakan bisa segera regulasi yang mengarahkan kita akan nilai ekonomi karbon ditetapan dan itu dilaksanakan," ujar dia menambahkan.
Kendala lainnya adalah perlunya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Hal ini tentunya membutuhkan kolaborasi dan kemitraan yang intensif dari semua pihak.
"Pemda sendiri sudah bekerja keras dengan mitra pembangunan, termasuk Bapenas. Temasuk dengan pilot project pembangunan rendah karbon di Papua Barat," ungkapnya.
Guna menggenjot pembangunan berkelanjutan dan berorientasi pada masyarakat adat, Pemerintah Pusat telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Untuk memastikan implementasinya berbagai program dalam Inpres tersebut, diterbitkan pula Keputusan Presiden No. 20 Tahun 2020 tentang Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Tim ini di bawah komando wakil presiden dan beranggotakan 40 Kementerian dan lembaga terkait. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas dalam hal ini desk Papua menjadi koordinator seluruh program yang dilakukan Pemerintah pusat itu.
"Program-programnya cukup banyak, mulai dari aspek pelestarian dan penghijauan sampai dengan menanggulangi bencana. Jadi (pembangunan) Papua itu, kita (Bappenas) jadikan hub untuk mengakomodir berbagai pihak untuk sinergikan," ungkap Kepala Desk Papua Kementerian PPN/Bappenas Aruminingsih.
Menurutnya pembangunan berkelanjutan di Papua ini memerlukan paket yang lengkap. Yang berarti, antara program, tim dan pembiayaan dapat disinergikan dengan baik, sehingga implementasinya bisa maksimal dan tepat sasaran.
"Kegiatan yang kita lakukan sudah upayakan fasilitasi dan sudah ada sumber pendanaannya. Sehingga proses awalnya butuh waktu, tapi setelah masuk pelaksanaanya sudah ada pendanaannya. Itu tidak mudah tapi kita kerjakan bersama," tambahnya.
Lebih lanjut dia menegaskan, pembangunan berkelanjutan ditegas penting dilakukan di tanah Papua. Apalagi, Papua adalah juara Indeks Kualitas Lingkungan Hidup di Indonesia. Karena itu harus dipastikan pembangunan yan dilakukan mempertahankan prestasi ini.