REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ilham Bintang, Jurnalis Senior.
Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, Jumat (27/8) siang, meletakkan batu pertama pembangunan Masjid At-Tabayyun di Komplek Taman Villa Meruya, Jakarta Barat. Anies selanjutnya mendatangani prasasti bersama Wasekjen MUI Ikhsan Abdullah atas nama Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar (yang hadir via aplikasi Zoom di Surabaya).
Setelah itu acara dilanjutkan dengan shalat Jumat bersama warga dan tamu undangan di Tenda " Arafah" Masjid At Tabayyun. Bertindak sebagai khotib Salat Jumat, Prof KH Muhammad Cholil Nafis, Ketua Bidang Dakwah, Majelis Ulama Indonesia Pusat.
Aksi unjuk rasa
Hari itu, Anies serba salah. Ketua Pembina Yayasan At Tabayyun sempat menyindir Gubernur DKI. Di lain pihak, segelintir warga menganggap Gubernur DKI malah cepat memberi izin.
Dalam sambutannya, Ilham memprotes lamanya proses perizinan Masjid At Tabayyun sampai menelan waktu tiga tahun. "Tidak berlebihan untuk mengatakan perizinan masjid ini terlama di dunia," katanya.
Acara peletakan batu pertama masjid sempat diwarnai aksi damai sekitar duapuluh orang yang mengklaim atas nama seluruh warga, padahal jumlah warga di komplek itu berjumlah 2.000 jiwa. Klaim kuasa hukum sendiri di PTUN Jakarta diperantarai kuasa dari 10 Pengurus RT yang menggugat Gubernur DKI.
Lalu para Ketua RT ini mengklaim mendapat kuasa 292 warga. Belakangan kuasa hukum dan sepuluh ketua RT dilaporkan ke polisi dugaan pemalsuan data warga yang diklaim penggugat telah memberi Surat Kuasa, padahal tidak. Laporan Polisi bernomor LP/B/4.058/VIII/2021/ SPKT/ Polda Metro Jaya 20 Agustus 2021 mengadukan dugaan Hartono SH dan sepuluh Ketua RT melanggar Pasal 263 KUHP Tindak Pidana Pemalsuan Surat yang ancaman hukumannya 6 (enam) tahun.
Dialog Anies dengan Pengunjuk Rasa
Anies menemui pengunjuk rasa sebelum pulang. Pengunjuk rasa kebanyakan seperti pesenam dengan kostum atasan warna merah. Kepada Anies ditanyakan, kenapa begitu cepat meresmikan pembangunan sedangkan putusan PTUN baru akan disampaikan 30 Agustus esok?
Tampaknya, kuasa hukum penggugat tidak menginformasikan penjelasan penting soal status hukum Masjid At Tabayyun di PTUN. Pada persidangan tatap muka pertama 27 Juli lalu, Ketua Majelis Hakim DR Andi Muh. Ali Rahman menyilahkan panitia untuk melanjutkan pembangunan. Alasannya, Izin Gubernur melalui SK Gubernur No 1021/2020 tanggal 9 Oktober dan izin lain termasuk rekomendasi FKUB ( Forum Komunikasi Umat Beragama) adalah payung hukum yang sah dan berlaku, sampai ia dibatalkan pengadilan. PTUN belum memutuskan apa-apa.
Ketika Ketua Masjid At Tabayyun, Marah Sakti Siregar menanyakan ihwal itu di persidangan, DR Ali Rahman menyilahkan panitia melanjutkan pembangunan jika telah mengantongi izin. "Kalau pun, nanti panitia kalah, Anda bisa naik banding. Demikian juga sebaliknya pengugat. Kalau gugatan ditolak, Banding. Kalah lagi, lanjut ke kasasi. Demikian seterusnya. Proses hukum itu panjang dan lama," kata Andi Rahman.
Pengunjuk rasa menanyakan beberapa hal yang sebenarnya sudah jadi materi gugatan di PTUN. " Sikap kita yang terbaik menunggu apa putusan PTUN," jawab Anies. Lalu, wakil pengunjuk rasa meminta waktu khusus untuk bertemu Gubernur DKI.
"Dengan senang hati. Kita bisa ngobrol kapan saja. Tapi, kalau terkait urusan masjid, kalian kan sudah menggugat saya di PTUN. Perkara itu sedang berjalan, mari kita tunggu bersama putusan pengadilan," tambah Anies.
Dialog itu berakhir manis. Lucu. Pengunjuk rasa malah meminta foto -foto selfie dengan Anies. Klik! Beres.
Anies pun meninggalkan lokasi diiringan eluk-elukan warga Muslim dan pengunjuk rasa.
Sepeninggal Anies tadi warga heboh. Pengunjuk rasa yang dikoordinir Ridwan Susanto ditengarai sebagian ( yang bicara dengan Anies dan minta selfie ) bukan warga TVM seperti klaimnya. Ada pengacara, ada juga yang mengaku anggota Fraksi PSI DPRD DKI.
Burhanuddin Andi yang juga mantan Korsahi Kapolri itu tiga hari lalu telah menyurat ke Lurah Meruya Selatan, tembusan Camat Kembangan dan Walikota Jakarta Barat. Isinya tidak bertanggung jawab terhadap tindakan 4 Ketua RT dan satu Sekretaris RT ( Ridwan Susanto). Dalam surat itu, Ketua RW minta Lurah membatalkan SK perpanjangan masa jabatan semua Ketua RT dimaksud. Alasannya, pelanggaran tupoksi sebagai Ketua RT yang diatur oleh SK Mendagri No 6 / 2017, khususnya Pergub 171/2016 yang ditandatangani Gubernur DKI semasa dijabat Basuki Tjahaya Purnama.
"Masa ada RT menentang dan menggugat pemerintah provinsi yang nota bene atasannya. Alasan yang paling fatal ada jejak digital memprovokasi warga tidak percaya pemerintah dan merendahkan lembaga hukum PTUN," kata Andi.