REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rakhmad Zailani Kiki; Kepala Lembaga Peradaban Luhur (LPL), Ketua Bidang Pemberdayaan Masyarakat IKALUIN Jakarta
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 yang ditetapkan oleh pemerintah kini sudah mulai menampakkan hasil. Provinsi DKI Jakarta yang sempat menjadi episentrum pandemi Covid-19 di Indonesia kini menjadi zona hijau.
Begitu pula beberapa provinsi dan kabupaten atau kota lainnya yang level kegawatannya sudah menurun menjadi level tiga atau level dua. Walau ada pula yang malah naik lagi ke level empat.
Namun demikian, pemerintah tidak mau ambil risiko untuk mencabut pemberlakukan PPKM Level 4 karena pandemi tidak bisa ditebak secara pasti naik dan turunnya. PPKM Level 4 pun dilanjutkan sampai dievaluasi kembali dengan melihat banyak aspek, utamanya aspek keselamatan jiwa.
Tentu ada kelompok masyarakat yang dirugikan dan menolak dengan perpanjangan PPKM Level 4 ini karena membatasi mereka untuk berusaha dan beraktivitas. Tapi bagi organisasi masyarakat, terutama yang memiliki jumlah pengikut yang besar di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah, perpanjangan PPKM Level 4 justru tidak membatasi ruang gerak mereka untuk giat memberdayakan masyarakat.
Ormas-ormas tersebut juga mendukung pemerintah dengan memfasilitasi penyelenggaran vaksin bagi umatnya masing-masing dan masyarakat luas, membantu tenaga kesehatan (nakes); membantu para penderita Covid-19 yang melaksanakan isolasi mandiri (isoman) dengan membuat dapur umum dan posko isoman; menyediakan tabung oksigen secara gratis; mengadakan edukasi dan memberikan bantuan ke masyarakat untuk tetap berdaya di tengah pandemi; dan lain sebagainya.
Begitu pula hal yang sama dilakukan oleh organisasi masyarakat lainnya seperti organisasi alumni kampus, di antaranya Ikaluin Jakarta, IA-ITB, Iluni UI, dan lain-lain.
Dengan kata lain, PPKM Level 4 “tidak berlaku” bagi ormas-ormas tersebut. Karena ketika masyarakat sedang membatasi kegiatannya, bekerja dari rumah atau work from home (WFH), ormas-ormas tersebut justru terus giat beraktivitas di tengah masyarakat, mendampingi nakes dan penderita Covid-19.
Itulah watak dan jati diri organisasi masyarakat yang sebenarnya: tetap eksis di tengah krisis, tetap ada di tengah bencana untuk sesama walau nyawa taruhannya. Tidak ada yang bisa melarang ormas beraktivitas untuk Covid-19 di tengah PPKM Level 4 karena pemerintah juga sangat terbantu dengan kiprah mereka.
Ormas-ormas tersebut juga mendukung kebijakan PPKM Level 4 dari pemerintah, tidak menolaknya. Faktanya, sejauh ini, PPKM Level 4 diperpanjang berkali-kali pun asal memiliki alasan yang kuat demi keselamatan dan kemashlahatan masyarakat akan terus didukung mereka.
Jika pun ada yang menolak, sejauh ini hanya ditolak oleh segelintir orang. Atau jika pun ada ormas yang menolak kebijakan dan perpanjangan PPKM Level 4 maka ormas yang menolak ini tidak memiliki kapasitas untuk melakukan pembangkangan sipil (civil disobedience) yang dapat menggagalkan pelaksanaan PPKM Level 4.
Walhasil, bisa dikatakan, di titik ini, saat kasus harian Covid-19 mulai menurun di Indonesia, ormas-ormas tersebut telah menjadikan PPKM Level 4 milik mereka, milik masyarakat, bukan saja milik pemerintah. Mereka telah menjadi aktor penting dalam berhasil dan tidaknya pelaksanaan PPKM Level 4 di Indonesia.
Karenanya, pemerintah perlu memberikan apresiasi terhadap ormas-ormas tersebut dengan tidak meninggalkan mereka dalam membuat kebijakan yang membatasi kegiatan masyarakat, dalam memperpanjang atau bahkan menghentikan PPKM Level 4.
Toh sejatinya orang-orang yang kini duduk di pemerintahan juga lahir dari rahim ormas-ormas tersebut. Janganlah jadi anak durhaka dengan tidak mendengarkan nasihat dan masukan mereka serta tidak melibatkan mereka, bisa kualat!