REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Akhir Agustus lalu, aksi pelemparan terhadap kereta api kembali muncul. Aksi yang dilakukan di KM 425+8 Lahat-Sukacinta, Tanjung Telang, Lahat, Sumatera Selatan itu mengakibatkan seorang masinis terluka, sehingga harus mendapatkan perawatan medis. PT Kereta Api Indonesia (Persero) mengecam aksi pelemparan tersebut.
Berdasarkan kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab VII, mengenai kejahatan yang membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang pasal 194 ayat 1 tertulis, bahwa barang siapa dengan sengaja menimbulkan bahaya bagi lalu lintas umum, yang digerakkan oleh tenaga uap atau kekuatan mesin lain di jalan kereta api atau trem, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
Selanjutnya, pada ayat 2 dinyatakan bahwa jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama 20 tahun.
Tak hanya itu, UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian juga mengatur hal yang sama terkait aktivitas vandalisme. Di pasal 180 misalnya, disebutkan bahwa setiap orang dilarang menghilangkan, merusak, atau melakukan perbuatan yang mengakibatkan rusak dan/atau tidak berfungsinya Prasarana dan Sarana Perkeretaapian.
Pelaku pengrusakan diancam hukuman pidana penjara 3 tahun hingga 15 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 2 miliar. Aturan yang sudah jelas tersebut membuat KAI sangat menyayangkan masih munculnya aksi pelemparan terhadap sarana dan prasarana kereta api.
Selain merusak aset pelayanan publik, pelemparan batu pada kereta api juga berpotensi menimbulkan korban jiwa. ‘’KAI sangat mengecam aksi pelemparan pada sarana maupun prasarana perkeretaapian. Aksi vandalisme ini berpotensi membahayakan keselamatan banyak orang,’’ kata Vice President Public Relations KAI Joni Martinus dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu (1/9).
Pada 2018, sebut Joni, tercatat 336 pelemparan kereta api. Jumlah kasus sempat mengalami penurunan di tahun 2019, yaitu 256 kasus dan tahun 2020 sebanyak 125 kasus. Sementara pada 2021, pada periode Januari hingga Agustus telah terjadi 132 kasus pelemparan.
Kata Joni, pelaku pelemparan batu memang mayoritas dilakukan anak-anak. Hal ini kebanyakan dilakukan karena keisengan semata, namun dampaknya sangat membahayakan perjalanan kereta api. Kondisi pandemi tahun ini juga disinyalir turut berpengaruh terhadap adanya aksi pelemparan. Banyak anak-anak yang justru bermain di sekitar jalur rel, tidak seperti kondisi normal mereka pergi sekolah.
Proses hukum yang diberlakukan karena pelakunya anak-anak memang berbeda, yakni berupa sanksi dari KAI. Para pelaku yang merupakan anak-anak juga akan diberlakukan pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kekerasan terhadap orang atau Barang juncto UU No. 11/2012 tentang sistem peradilan anak. Pihak kepolisian yang bekerjasama dengan KAI juga akan memanggil orang tua pelaku untuk proses ganti rugi dan pertanggungjawaban.
Berbagai upaya telah dilakukan KAI sebagai respon dan tindakan preventif atas aksi pelemparan terhadap kereta api, seperti sosialisasi dan penyaluran program CSR di daerah rawan gangguan keamanan dan ketertiban (kamtib). Hal tersebut dilakukan agar masyarakat sekitar ikut andil menjaga keselamatan dan keamanan perjalanan kereta api.
KAI juga mengajak para orang tua untuk terus mengingatkan anak-anaknya agar tidak bermain di sekitar rel karena sangat berbahaya. Dari Januari 2020 hingga Agustus 2021, KAI telah melakukan 205 kegiatan sosialisasi keamanan dan keselamatan perjalanan kereta api.
Pada beberapa kegiatan tersebut, KAI juga menyalurkan bantuan CSR dalam program community relations berupa pemberian sarana olahraga, ibadah, dan alat pencegahan Covid-19 untuk sekolah-sekolah dan rumah ibadah, yang berada di sekitar rel kereta api.
Selain itu, selama Januari 2020 hingga Juni 2021, CSR KAI juga telah menyalurkan 334 bantuan bina lingkungan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar rel dengan total dana yang diberikan Rp 13.070.396.335.
Program Bina Lingkungan tersebut disalurkan dalam bentuk bantuan korban bencana alam dan bencana non alam, bantuan pendidikan, bantuan peningkatan kesehatan, bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum, bantuan sarana ibadah, bantuan pelestarian alam, dan bantuan sosial kemasyarakatan.
“Seluruh upaya yang dilakukan KAI untuk meminimalisasi aksi pelemparan tidak akan berhasil dengan baik tanpa dukungan dari masyarakat,’’ katanya. Pihaknya meminta masyarakat untuk melaporkan kepada petugas berwajib jika melihat aksi yang dapat mengganggu kelancaran perjalanan kereta api.
Selain itu, tutur Joni, para orang tua yang bermukim di sekitar jalur kereta api agar tidak bosan memberikan peringatan dan memerhatikan anak-anaknya agar tidak bermain di sekitar rel. Selain dapat menggangu kelancaran perjalanan kereta api, hal itu juga dapat mengancam jiwa.