REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Haura Hafizhah, Rizkyan Adiyudha, Antara
Dewan Pengawas (Dewas) KPK telah memberi sanksi kepada Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terkait pelanggaran etiknya berkomunikasi dengan pihak berperkara di KPK. Namun, banyak pihak yang merasa sanksi pemotongan gaji belum cukup, dan Lili pun diminta untuk mundur demi menjaga nama baik institusi KPK.
Hal ini seperti yang disampaikan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Prof. Mudzakir. Menurut dia, sanksi yang diberikan Dewas KPK justru tidak ada hubungan dengan profesi etik Lili Pintauli. Karena sanksi yang diberikan hanya memotong gaji 40 persen selama 12 bulan, yang sebenarnya tidak berdampak juga secara finansial.
Karena itu, Mudzakir menyarankan agar Lili Pintauli untuk mundur dari jabatan komisoner KPK demi menjaga marwah lembaga. Sebab, menurutnya, selama ini modal penting KPK adalah kepercayaan dari masyarakat, terutama mereka yang peduli pada pemberantasan korupsi. Bila kepercayaan itu sudah hilang, maka tidak ada artinya lagi KPK di mata masyarakat.
"Saya sarankan demi nama baik KPK, Lili Pintauli mundur saja. Ini jauh lebih baik, menjaga kehormatan institusi. Karena kalau sanksi etik yang berat harusnya diberhentikan, bukan potong gaji," kata Mudzakir kepada wartawan, Kamis (3/9).
Sehingga, demi menjaga integritas, KPK dan komisioner KPK yang lain, menurut Mudzakir ada baiknya Lili Pintauli mundur dari jabatannya. Dan kalau pun misalnya ia tidak mundur, kemudian ada kelompok masyarakat yang melaporkan Lili ke Mabes Polri karena dianggap melakukan pidana, Mudzakir memandang itu sah dan boleh saja.
"Kalau ada yang melaporkan Lili ke Polisi, apakah boleh. Boleh saja. Karena penegakkan hukum terhadap komisioner KPK termasuk kewenangannya juga ada di polisi, karena itu bisa saja dilaporkan terkait pelanggaran pidana UU Tipikor," ungkapnya.
Mudzakir memandang, tindakan Lili Pintauli bisa diindikasi perbuatan pidana UU Tipikor, yang belum dikenakan sanksi pidana. Karena itu, Mudzakir meminta sebelum persoalan ini sampai pada pelaporan di kepolisian oleh kelompok masyarakat sipil, ada baiknya Lili Pintauli mengambil langkah bijak untuk mundur dari jabatannya.
"Mundur itu jauh lebih mulia daripada nanti komisioner KPK dilaporkan ke polisi karena melanggar UU Tipikor," imbuhnya.
Sebelumnya, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) juga meminta Lili Pintauli mengundurkan diri.
"Pengunduran diri Lili Pintauli Siregar adalah menjaga kehormatan KPK karena jika tidak mundur maka cacat/noda akibat perbuatannya yang akan selalu menyandera KPK," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman di Jakarta, Senin (30/8).
Boyamin mengatakan, cacat tersebut akan membuat KPK kesulitan melakukan pemberantasan korupsi. Dia melanjutkan, pengunduran diri itu demi kebaikan lembaga antirasuah dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Putusan Dewas KPK dirasakan belum memenuhi rasa keadilan masyarakat karena semestinya sanksinya adalah permintaan mengundurkan diri atau bahasa awamnya: pemecatan," kata Boyamin lagi.
Adapun, pakar hukum pidana, Suparji Ahmad juga menilai, sanksi pemotongan gaji terhadap Lili tidak akan efektif. Ia pun mempertanyakan sanksi Dewas KPK tersebut.
"Jadi apa pertimbangan hukum dewas KPK menjatuhkan sanksi potong gaji pokok dengan besaran 40 persen? Apakah dalam rangka memberikan efek jera? Tapi apakah efektif? Atau dalam rangka mencegah kerugian keuangan negara karena tidak ada pengeluaran untuk gaji sebesar 40 persen selama setahun?" kata dia.
Suparji berharap, ke depannya hal semacam ini tidak terulang lagi. Semua pihak yang sudah tergabung dalam KPK harus punya komitmen kuat untuk membertantas korupsi.
"Jangan sampai ada anggota, bahkan pimpinan yang berkompromi dengan korupsi. Hal ini bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga antirasuah itu," ujar dia.