Senin 06 Sep 2021 15:51 WIB

ISESS Ungkap Tantangan Bagi Panglima Baru TNI

Postur pertahanan negara dilihat melalui 3 aspek utama kekuatan, kemampuan, dan pengg

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi
Foto: Dok Pribadi
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengungkapkan sejumlah pekerjaan rumah (PR) bagi Panglima baru TNI. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan purnatugas pada 8 November 2021.

Khairul mengatakan, postur pertahanan satu negara dilihat melalui tiga aspek utama yaitu kekuatan, kemampuan dan penggunaan. Panglima TNI bertanggung jawab secara langsung dalam pembinaan ketiga aspek itu.

Dia menyinggung pentingnya pembinaan SDM dan karir dalam organisasi TNI. "Promosi dan mutasi sebaiknya lebih bersandar pada merit system supaya prinsip the right man on the right place dapat ditegakkan, problem penumpukan personel di level perwira tinggi benar-benar terkendali tanpa efek samping," kata Khairul kepada Republika pada Senin (6/9).

Khairul juga mengamati dominasi isu modernisasi alutsista membuat isu kompetensi prajurit cenderung terabaikan. Padahal, menurutnya, kualitas diri prajurit TNI perlu mendapat perhatian lebih banyak. 

Dia optimis, kualitas tentara Indonesia akan membuat nama TNI melambung di kancah dunia. "Nah, pembangunan karakter, kesadaran dan kepatuhan pada hukum serta pengembangan spesialisasi mestinya mendapat perhatian serius dan proporsional jika kita ingin membangun kekuatan militer yang disegani," ujar Khairul.

Selain itu, Khairul berharap, jika Panglima TNI yang baru mampu menghadirkan solusi bagi pemenuhan kebutuhan dana taktis yang selama ini sulit terakomodir dalam sistem keuangan negara. Menurutnya, kendala ini menyulitkan pergerakan dan pengerahan kekuatan TNI yang bersifat segera, terbatas dan rahasia. 

"Hal ini akan membantu meminimalkan peran TNI dalam banyak aktivitas sipil yang tidak relevan dan berpotensi tak sesuai aturan perundangan," ucap Khairul.

Di sisi lain, Khairul meminta, supaya Panglima TNI mampu bijaksana dalam memilah urusan dan kewenangan tentara. Dia mengingatkan, salah satu agenda reformasi ialah menjadikan TNI sebagai alat negara yang profesional dalam menegakkan kedaulatan dan keamanan nasional. 

"Oleh karena itu perlu membatasi peran dan pelibatannya di luar agenda politik negara, apalagi dalam urusan-urusan politik sektoral bahkan elektoral," tutur Khairul.

Diketahui, syarat mutlak menjadi Panglima TNI harus pernah menjabat sebagai kepala staf. Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, jabatan Panglima TNI dikunci hanya untuk perwira tinggi (pati) bintang empat. 

KSAD Jenderal Andika Perkasa dan KSAL Laksamana Yudo Margono menjadi Panglima TNI berpeluang besar menggantikan Hadi Tjahjanto. Sebab, belum pernah terjadi pergantian Panglima TNI dari matra yang sama selain dari TNI AD. Maka, tipis sekali peluang Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo terpilih menjadi Panglima TNI.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement