Rabu 15 Sep 2021 13:53 WIB

Bawaslu: PP 94/2021 Larang ASN Dukung Capres di Pemilu 2024

Bawaslu melaporkan ada 917 pelanggaran netralitas ASN pada Pilkada 2020.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Agus raharjo
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar (tengah) menjawab pertanyaan wartawan seusai menggelar pertemuan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/7/2020).   Fritz Edward Siregar mendatangii KPK untuk berdiskusi dan konsultasi tentang Pilkada 2020 terkait  daerah yang berpotensi tinggi kerawanan politik uang dan masuk dalam indeks kerawanan Pilkada 2020 .
Foto: ANTARA/RENO ESNIR
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar (tengah) menjawab pertanyaan wartawan seusai menggelar pertemuan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (16/7/2020). Fritz Edward Siregar mendatangii KPK untuk berdiskusi dan konsultasi tentang Pilkada 2020 terkait daerah yang berpotensi tinggi kerawanan politik uang dan masuk dalam indeks kerawanan Pilkada 2020 .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengapresiasi terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang diteken Presiden Joko Widodo pada 31 Agustus 2021. Aturan ini melarang PNS memberikan dukungan kepada calon yang berkontestasi di Pemilu dan Pilkada 2024.

"Peraturan tersebut tentu akan berdampak positif bagi pelaksanaan dan pengawasan pemilu dan pemilihan serentak tahun 2024 terutama pengawasan netralitas aparatur sipil negara (ASN)," ujar Anggota Bawaslu, Fritz Edward Siregar dalam siaran pers, Rabu (15/9).

Dalam PP Nomor 94 Tahun 2021 Pasal 5 huruf n berbunyi, PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon presiden/wakil presiden, kepala daerah/wakil kepala daerah, anggota DPR, anggota DPD, atau DPRD. Disebutkan pula bentuk-bentuk dukungan yang dilarang.

Antara lain, ikut kampanye; menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS; sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara; membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.

Selain itu, mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Keterangan Tanda Penduduk (SKTP).

Pada pasal berikutnya, diatur pula hukuman disiplin bagi PNS yang melanggar ketentuan larangan tersebut. Tingkat dan jenis hukuman disiplin yang diberikan mulai dari sedang sampai berat, berupa pemotongan tunjangan kinerja, penurunan jabatan, pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana, hingga pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.

Fritz menyampaikan, laporan hasil pengawasan Bawaslu pada Pilkada 2020, terdapat 917 pelanggaran netralitas ASN. Ratusan pelanggaran ini terdiri dari 484 kasus memberikan dukungan kepada salah satu pasangan calon di media sosial, 150 kasus menghadiri sosialisasi partai politik, 103 kasus melakukan pendekatan ke partai politik, 110 kasus mendukung salah satu pasangan calon, dan 70 kepala desa mendukung salah satu pasangan calon.

Bawaslu kemudian menyerahkan rekomendasi atas pelanggaran tersebut kepada Komisi ASN (KASN). Selanjutnya, KASN mengeluarkan 1.562 rekomendasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Fritz mengatakan, Bawaslu berharap ancaman hukuman disiplin yang diatur PP Nomor 94/2021 dapat menjadi pengingat PNS untuk menjaga netralitas dalam Pemilu dan Pilkada 2024.

Dia tidak ingin pelanggaran netralitas ASN yang terjadi di Pilkada 2020 terulang kembali. "Kepada seluruh jajaran ASN Bawaslu di seluruh Indonesia hingga struktur ad hoc, selaku penyelenggara pemilu diinstruksikan agar dapat menjadi contoh bagi ASN yang lain demi tegaknya netralitas ASN pada Pemilu dan Pemilihan tahun 2024," tutur Fritz.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement