Jumat 17 Sep 2021 06:30 WIB

'Kepala Daerah Kerap Hambat Perbaikan Data Bansos'

Kepala Daerah sering mengeklaim tingkat kemiskinan naik untuk minta bantuan.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/9). Rapat tersebut diantaranya membahas peta jalan pelayanan kesehatan berdasarkan Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) dan Kelas Rawat Inap (KRI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta penjelasan tentang dampak pandemi terhadap kepesertaan dan pelayanan JKN.Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/9). Rapat tersebut diantaranya membahas peta jalan pelayanan kesehatan berdasarkan Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK) dan Kelas Rawat Inap (KRI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) serta penjelasan tentang dampak pandemi terhadap kepesertaan dan pelayanan JKN.Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengatakan, kepentingan politik kepala daerah kerap menghambat perbaikan data penerima bansos. Kepala daerah acap bermain dengan data demi memoles citra kepemimpinannya.

Suharso menjelaskan, pembaharuan data calon penerima bansos atau perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dimandatkan peraturan perundang-undangan setiap enam bulan sekali. Proses pembaharuannya merupakan tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten untuk selanjutnya diserahkan kepada Kementerian Sosial.

"Tetapi, kadang-kadang itu (pembaharuan data) menjadi isu politik karena kalau ingin mengatakan dirinya sukses, tingkat kemiskinan (disebut) turun. Tapi, ketika dia mau minta bantuan, dia bilang (tingkat kemiskinan) naik," kata Suharso dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (16/9).

Oleh karenanya, kata dia, proses perbaikan data penerima bansos harus dilakukan secara cermat dan teliti. "Dalam kehati-hatian itulah kita sedang bekerja," kata Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

Selain adanya kepentingan politik yang mempengaruhi, lanjut dia, ada juga persoalan teknis yang jadi kendala. Misalnya, terkait metode pengumpulan data dan pengujian validasi data. "Oleh karena itu, kami sedang mengajak BPS (Badan Pusat Statistik) membantu Kemensos supaya strukturnya itu benar," kata Suharso yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah Satu Data Indonesia itu.

Kemensos diketahui kini sedang mematangkan data Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Proses verifikasi data dilakukan dengan mengacu pada DTKS serta data Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).

Staf Khusus Mensos, Suhardi Lili, mengatakan, kuota PBI nasional disediakan untuk 96,8 juta jiwa. Setelah proses verifikasi dilakukan dalam beberapa bulan terakhir, pihaknya berhasil mendata 74.420.345 orang miskin sebagai penerima PBI.

Lalu, sebanyak 12.633.338 orang juga sudah teridentifikasi, tetapi identitas mereka belum terdaftar dalam DTKS. Sisanya 9.746.317 kuota PBI belum terpakai karena masih menunggu perbaikan data di daerah.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement