Senin 27 Sep 2021 09:55 WIB

IHSG Menguat di Tengah Tekanan Krisis Utang Evergrande

IHSG menguat 0,25 persen ke level 6.160,19 setelah sebelumnya sempat dibuka turun.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak campuran pada perdagangan pagi ini, Senin (27/9). IHSG menguat 0,25 persen ke level 6.160,19 setelah sebelumnya sempat dibuka turun ke level 6.141,47.
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra/wsj.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak campuran pada perdagangan pagi ini, Senin (27/9). IHSG menguat 0,25 persen ke level 6.160,19 setelah sebelumnya sempat dibuka turun ke level 6.141,47.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak campuran pada perdagangan pagi ini, Senin (27/9). IHSG menguat 0,25 persen ke level 6.160,19 setelah sebelumnya sempat dibuka turun ke level 6.141,47. 

Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan indeks saham di Asia mayoritas dibuka naik meskipun indeks saham utama di Wall Street ditutup turun akhir pekan lalu karena adanya kehawatiran mengenai krisis utang perusahaan pengembang properti China, Evergrande Group. 

Unit usaha mobil listrik Evergrande mengeluarkan peringatan bahwa mereka menghadapi masa depan yang suram dan tidak pasti kecuali segara mendapat suntikan dana segar. 

"Investor memandang hal ini sebagai sinyal bahwa krisis likuiditas yang dialami Evergrande semakin memburuk dan telah menjalar ke unit-unit usaha lain di luar bidang properti," tulis Phillip Sekuritas Indonesia dalam risetnya, Senin (27/9).

Investor juga memantau pasar obligasi dimana imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah AS (US Treasury Notes) bertenor 10 tahun melonjak dari 1,41 persen menjadi 1,45 persen. Menurut riset, sikap yang keras (hawkish) dari Federal Reserve dan Bank of England (BoE) telah membuka jalan bagi yield untuk terus merangkak naik. 

Di sisi lain, pergerakan pasar saham juga mendapat pengaruh dari kebijakan Bank sentral AS untuk menarik (tapering) paket darurat stimulus moneternya. Sementara BoE memperbesar prospek  kenaikkan suku bunga acuan paling cepat pada November 2021. 

Selain itu, menurut riset, investor juga memantau pergerakan harga minyak mentah yang telah mencatatkan kenaikan selama lima pekan beruntun. Kelangkaan gas alam akan memicu lonjakan permintaan atas minyak mentah seiring dengan berkurangnya tumpukan persediaan mulai dari AS hingga China.  

Dari sisi politik, investor menantikan hasil Pemilihan Umum di Jerman. Investor bersiap untuk merangkul perubahan politik di Jerman selama masih bersifat moderat. 

Lonjakan dukungan bagi Partai Social Democrat dan Partai Hijau (Green Party) telah membentuk ekspektasi pasar bahwa koalisi Pemerintahan yang baru tidak akan menjalankan kebijakan fiskal yang ketat dan konservatif seperti yang di lakukan Pemerintahan Kanselir Angela Merkel selama ini sebelum pandemi pecah.  

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement