REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi menggelar pertemuan bilateral dengan Menlu Bangladesh Abul Kalam Abdul Momen di sela Sidang Majelis Umum (SMU) ke-76 PBB, Selasa (28/9) waktu setempat. Keduanya membahas tentang pengungsi Rohingya.
"Secara khusus kita membahas bagaimana membantu pengungsi Rohingya dalam menghadapi pandemi, khususnya mempercepat vaksinasi," ujar Retno dalam briefing secara virtual yang disiarkan di YouTube Kementerian Luar Negeri RI, Rabu (29/9).
Dalam pertemuan tersebut, Retno menekankan bahwa Indonesia akan terus memberikan perhatian kepada isu Rohingya. Isu ini pun terus dan akan dibahas di setiap pertemuan terkait masalah Myanmar.
Indonesia bersama dengan Bangladesh merupakan co-sponsor dalam side event mengenai isu Rohingya di sela SMU PBB yang dilakukan pekan lalu. Indonesia pun akan terus membantu Bangladesh.
"Yang di antaranya mempersiapkan repatriasi yang sukarela, aman, bermartabat, yang memang tertunda karena pandemi Covid-19 ini," kata dia.
Selain itu, dalam pertemuan terpisah dengan asisten Sekretaris Jenderal PBB bidang Kemanusiaan, Retno juga membahas penyaluran bantuan kemanusiaan dan penanganan pandemi Covid-19, termasuk dengan Myanmar. Asisten Sekjen PBB pun memberikan apresiasi tinggi atas kepemimpinan Indonesia dalam membantu Myanmar.
Bantuan kemanusiaan dari Indonesia untuk Myanmar telah tiba di Yangon pada Ahad (26/9) lalu. Bantuan itu berupa peralatan kesehatan untuk penanganan Covid-19. Bantuan ini merupakan bagian dari bantuan ASEAN yang dikelola oleh AHA Centre.
"Jadi sekali lagi, kita sudah bertindak, kita sudah mengirimkan bantuan kepada rakyat Myanmar yang akan disampaikan melalui Palang Merah Myanmar. Dan bantuan Indonesia ini adalah bagian dari bantuan ASEAN yang dikelola oleh AHA Center," jelasnya.
Sekurangnya 700 ribu warga etnis Rohingya melarikan diri dari rumah mereka di Negara Bagian Rakhine ke Bangladesh pada 2017. Saat itu terjadi operasi oleh tentara di bawah komando Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang kini menjadi perdana menteri dan kepala junta Myanmar.
Masalah ini memang sangat sensitif di Myanmar, sebab permusuhan terhadap Rohingya sangat dalam. Warga etnis Rohingya mengeluhkan diskriminasi dan perlakuan buruknya di negeri sendiri.
Para pengungsi Rohingya di Bangladesh diharapkan kembali ke rumah mereka. Namun krisis politik di negara tersebut sejak kudeta mulai mengikis harapan para pengungsi Rohingya, terlebih di masa pandemi.