Jumat 01 Oct 2021 23:26 WIB

Fahri Hamzah Ingin RKUHP Selesai Tahun Ini

RKUHP disebut Fahri bisa jadi titik awal Indonesia yang lebih baik.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
Warga melintas di area mural Tolak RUU RKUHP di Rawamangun, Jakarta Timur.
Foto: Republika
Warga melintas di area mural Tolak RUU RKUHP di Rawamangun, Jakarta Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR periode 2014-2019, Fahri Hamzah, mengatakan, revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) hampir disahkan jelang berakhirnya masa kepemimpinannya. Namun, urung terjadi karena sejumlah pasal di dalamnya dianggap masyarakat bermasalah.

Padahal menurutnya, RKUHP yang baru akan memiliki efek yang masif dalam kehidupan masyarakat. Karenanya, ia ingin DPR dapat segera membahas dan mengesahkannya pada tahun ini.

Baca Juga

"Saya berharap betul itu tahun 2021 yang mungkin tinggal tiga bulan lebih atau kurang dari tiga bulan ini bisa menyelesaikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kita,"  ujar Fahri dalam diskusi daring, Jumat (1/10).

Ia memberikan dukungan penuh agar RKUHP dapat segera disahkan sebagai undang-undang yang baru. Hasilnya nanti, terjadi peralihan besar-besaran dalam aturan yang selama ini belum dilakukan pembaruan.

"Undang-undang lama yang masih dituduh dan dikritik berbau kolonial dan otoriter dan sebagainya menjadi semangat restoratif, korektif, dan rehabilitatif," ujar Fahri.

Ia percaya, RKUHP baru ini menjadi titik awal bagi Indonesia yang lebih baik. "Kita berharap dalam masa Pak Jokowi ini juga dituntaskan peletakkan dasar-dasar dari negara hukum kita yang demokratis," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, RKUHP akan menjawab tantangan masa depan terkait hukum. Salah satunya adalah penerapan keadilan restoratif atau restorative justice dalam penjatuhan pidana.

"Bilamana tidak lagi berorientasi pada keadilan retributif, tetapi sudah berorientasi pada keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif," ujar pria yang akrab disapa Eddy.

Satu contoh yang disampaikannya adalah hukuman penjara yang menjadi putusan akhir dalam penjatuhan pidana. Nantinya, akan mendahulukan pidana denda, pidana kerja sosial, pidana pengawasan, atau pidana percobaan.

"Ketika ada orang yang melakukan satu tindak pidana, maka penjatuhan pidana khususnya pidana penjara meskipun masih merupakan pidana pokok, tetapi dia (pidana penjara) bukan lagi primadona," ujar Eddy.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement