REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam bukunya Ad-Daa wad Dawaa menyebutkan bisikan jiwa merupakan pintu (pembuka) kebaikan dan keburukan. Bisikan jiwa akan melahirkan keinginan dan tekad.
Oleh sebab itu, siapa yang menjaga bisikan jiwanya niscaya mampu mengendalikan diri dan mengekang hawa nafsunya. Sebaliknya, siapa yang dikalahkan oleh bisikan jiwanya pasti akan tunduk kepada jiwa dan hawa nafsunya.
Bahkan, barang siapa yang meremehkan bisikan jiwanya maka bisikan tersebut akan menggiringnya secara paksa menuju kebinasaan. Sungguh, bisikan akan senantiasa mendatangi hati sehingga menjadi angan-angan semu.
...كَسَرَابٍۭ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ ٱلظَّمْـَٔانُ مَآءً حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَهُۥ لَمْ يَجِدْهُ شَيْـًٔا وَوَجَدَ ٱللَّهَ عِندَهُۥ فَوَفَّىٰهُ حِسَابَهُۥ ۗ وَٱللَّهُ سَرِيعُ ٱلْحِسَابِ
"... Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya." (Qs. An-Nur ayat 39).
Manusia yang paling rendah tekad dan jiwanya adalah orang yang lebih meridhai angan-angan semu dibandingkan kenyataan. Ia mengambil angan-angan semu tersebut dan menjadikannya hiasan.
Padahal, demi Allah, itu adalah modal orang-orang yang bangkrut, para pengangguran, dan santapan bagi jiwa yang kosong, yaitu mereka yang merasa cukup dengan khayalan belaka daripada kenyataan. Angan-angan semu merupakan perkara yang paling membahayakan.