REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum empat mantan anggota Partai Demokrat, Yusril Ihza Mahendra mengaku tertawa ketika mengetahui, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman menyebutnya memiliki pemikiran seperti pemimpin Nazi, Adolf Hitler. Padahal, Yusril mengacu pada undang-undang yang dibuat di masa kepemimpinan SBY.
“Kalau begitu maksud Benny Harman, maka pengikut pemikiran Hitter itu adalah Presiden SBY dan DPR zaman itu termasuk Benny Harman di dalamnya," ujar Yusril, dalam keteragannya, Senin (11/10).
Yusril mengatakan, pemikiran Hitler tak dijadikannya rujukan dalam mengajukan uji materiil terhadap AD/ART Partai Demokrat. Bahkan, tak ada sangkut paut antara gugatannya dengan kekuasaan.
"Tidak ada satu kalimatpun yang menguji AD (anggaran dasar) Partai Demokrat dengan rasa senang atau tidak senangnya penguasa. Maka bagaimana Benny Harman bisa menyimpulkan saya mengikuti pikiran Hitler," ujar Yusril.
Yusril pun menerangkan, bahwa AD/ART Partai Demokrat bukan diuji berdasarkan kehendak negara. Namun, akan diuji dengan dua undang-undang.
Dua undang-undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).
"Kedua UU yang dijadikan batu uji itu justru dibuat ketika Presiden RI dijabat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sementara di DPR RI ada fraksi yang namanya Fraksi Partai Demokrat," ujar Yusril.
In Picture: Respons Partai Demokrat atas Uji Materil AD/ART Partai di MK
Diketahui, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman mengaku tak habis pikir dengan cara pikir Yusril Ihza Mahendra yang menjadi kuasa hukum empat orang mantan kader Partai Demokrat dalam pengajuan uji materiil anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, cara berpikir yang dipakai oleh Yusril serupa dengan pemikiran pimpinan Nazi, Adolf Hitler.
"Asal usul teori yang dipakai atau yang digunakan oleh Yusril Ihza dalam menghadirkan permohonan JR (judicial review) AD/ART ke MA, maka diduga kuat cara pikir ini berasal dari cara pikir totalitarian ala Hitler," ujar Benny di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (11/10).
Totalitarian ala Hitler, jelas Benny, dinilai berbahaya bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Sebab, organisasi sipil seperti partai politik harus mengikuti kehendak negara, dengan menggunakan alasan hukum sebagai patokannya.
"Dalam cara pikir hukum Hitler itu, yang dikehendaki negara harus diikuti seluruh organisasi sipil. Dalam hal ini dengan cara pikir itu tadi, Yusril mencoba untuk menguji apakah kehendak anggota-anggota partai politik, Partai Demokrat sejalan dengan kehendak atau kemauan negara," ujar Benny.