REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah mengatakan, negaranya tidak ingin kepala junta Myanmar menghadiri pertemuan puncak para pemimpin regional (ASEAN) yang akan datang. Junta tak diperkenankan hadir jika tidak ada kemajuan dalam rencana perdamaian yang sudah disepakati.
Menlu Malaysia Saifuddin Abdullah juga mengonfirmasi bahwa menteri luar negeri junta Myanmar akan menghadiri pertemuan ASEAN pada Jumat untuk menjelaskan soal penolakan pemimpin junta hadir di KTT ASEAN. Dia mengatakan, meski tak ada protokol untuk mengecualikan para pemimpin, mungkin ada cara lain untuk mengatasi masalah tersebut.
Para menteri luar negeri negara-negara ASEAN pada Jumat (15/10) akan membicarakan kemungkinan tidak menyertakan Min Aung Hlaing sebagai peserta pertemuan para pemimpin ASEAN tersebut.
Menteri Luar Negeri Filipina Teodor Locsin pun mendukung agar Min Aung Hlaing tidak disertakan pada pertemuan-pertemuan puncak pada masa depan, Kamis (14/10). Ia menambahkan ASEAN sudah tidak boleh mengambil sikap netral soal Myanmar.
Kemungkinan KTT ASEAN tanpa kehadiran junta Myanmar muncul pada saat tekanan meningkat terhadap militer yang berkuasa di negara itu agar mereka mematuhi peta perdamaian yang sudah disepakati.
Pertemuan para menlu itu juga akan dilangsungkan tak lama setelah junta menepis kemungkinan utusan khusus ASEAN bisa bertemu dengan pemimpin Myanmar yang digulingkan, Aung San Suu Kyi.
Suu Kyi kini tengah dihadapkan pada serangkaian persidangan atas sejumlah dakwaan sejak pemerintahannya digulingkan melalui kudeta pada 1 Februari. Pada April ASEAN membentuk lima butir kesepakatan dengan Min Aung Hlaing.
Namun, beberapa anggota kelompok negara itu telah mengkritik kegagalan junta dalam menjalankan konsensus. Kesepakatan ASEAN-Hlaing tersebut antara lain mencakup dialog antara semua pihak, membuka akses kemanusiaan, serta penghentian permusuhan. Pertemuan pada Jumat ini, yang sebelumnya tidak dijadwalkan, akan diselenggarakan oleh Brunei sebagai ketua ASEAN saat ini.