REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akibat kealpaan Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI), Indonesia mendapatkan sanksi dari Agensi Antidoping Dunia (WADA) karena dinilai tidak memenuhi rambu-rambu yang telah ditetapkan terkait kontrol doping. Sanksi dijatuhkan pada 15 September 2021. Setelah diberikan waktu 21 hari, LADI belum memenuhi keinginan WADA sehingga sanksi di diumumkan pada 7 Oktober 2021 lalu.
Sanksi WADA yang berkembang kemudian melarang Indonesia mengikuti dan menggelar kegiatan olahraga internasional. Dampak pertama yang dirasakan dari sanksi tersebut adalah tidak boleh berkibarnya bendera Merah-Putih ketika Indonesia juara Piala Thomas 2021, akhir pekan lalu.
Setelah sanksi tersebut semua pihak tersengat. Menpora Zainudin Amali kemudian membentuk tim untuk menyelesaikan masalah tersebut agar sanksi WADA ini bisa dicabut. Sebab, Indonesia akan berpartisipasi pada ajang multi event SEA Games tahun depan dan juga menjadi tuan rumah sejumlah event olahraga internasional.
Di tengah kondisi ini, ada tudingan mengarah ke kepengurusan LADI sebelumnya. Ada pihak yang menyebutkan kepengursan LADI sebelumnya juga punya andil turunnya sanksi WADA tersebut. Hal yang dibantah oleh ketua LADI sebelumnya, dokter Zaini Khadafi Saragih.
Dalam perbincangan dengan Republika.co.id, Selasa (19/10) pagi, Zaini bercerita awal mula ia masuk dalam kepengurusan LADI. Menurut Zaini, ia terpanggil untuk menyukseskan Asian Games 2018.
"Ceritanya 2016 pengurus LADI sudah menjalankan berbagai program tidak ada teguran keras. Lalu WADA mendapatkan informasi di Indonesia ada pemeriksaan doping di luar laboratorium yang tidak terakreditasi WADA, pelanggaran harus ditindak tegas," ujar pria yang pernah menjadi dokter timnas sepak bola Indonesia ini.
Zaini mengatakan, WADA kemudian berkirim surat ke LADI, mempertanyakan alasan melakukan pemeriksaan diluar lab yang tidak terakreditasi. Sehingga ada sidang WADA yang memutuskan Indonesia akan di-banned.
"Kita terancam jadi tuan rumah Asian Games 2018. Saat itu IOC kemudian bicara dengan Pak Erick Thohir selalu Ketua KOI dan Inasgoc tentang masalah ini," kata dia.
Setelahnya, pemerintah membuat gebrakan. Menpora yang saat itu dijabat Imam Nahrawi, membubarkan pengurus LADI saat itu. Menpora kemudian membentuk pengurus baru dengan sistem bidding.
"Sesmenpora yang bikin bidding. Sebagai dokter olahraga, saya merasa terpanggil untuk memperbaiki. Saya mendaftar berbagai tahapan, memaparkan program kerja, dan lain-lain, akhirnya saya diangkat sebagai ketua pada Desember 2016. Belum ada SK. Walau belum ada SK, saya hubungi WADA ASEAN, gali problem. Semua saya lakukan dengan biaya sendiri," kata Zaini.
Baca juga : Juara Piala Thomas dan PR Besar di Bulu Tangkis Putri
Zaini melanjutkan, pada Januari 2017 keluar SK Menpora menyatakan ia resmi menjabat sebagai LADI. Zaini kemudian bergerak cepat untuk memastikan tidak ada lagi pemeriksaan doping di laboratorium daerah. Namun kenyataannya tidak semudah itu. Ia mengatakan, banyak atlet menjalani pemeriksaan laboratorium tidak resmi.
"Kami buat program pendekatan ke pengurus cabang olahrag. Ternyata ada beberapa cabang olahraga yang khawatir atlet bertanding di luar positif," kata dia.
Namun dengan pendekatan-pendekatan LADI yang dipimpin Zaini, pada akhir Februari 2017 sanksi diangkat. Indonesia kemudian boleh menggelar Asian Games 2018. Menjelang Asian Games 2018, LADA aktif mengawasi atlet Indonesia yang akan berlaga dengan mengirimkan sampel doping ke laboratorium di luar negeri yang terakreditasi WADA. Selama Asian Games 2018, LADI membantu Dewan Olimpiade Asia (OCA) dalam pengambilan sampel doping.
"Setelah itu kita jalan normal. Tugas saya sebenarnya sampai 2019, tapi kemudian diperpanjang sampai Desember 2020. Tujuan LADI jangan sampai kena sanksi. Empat tahun saya memimpin LADI tak ada sanksi. Kuncinya karena kita selalu berkomunikasi dengan WADA," kata dia.