Ahad 24 Oct 2021 12:50 WIB

Pimpinan MPR: PPHN Lewat UU tidak Terlalu Kuat

Melahirkan PPHN membutuhkan kajian yang lebih mendalam lagi.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Mas Alamil Huda
Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan.
Foto: Prayogi/Republika.
Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Syarief Hasan mengatakan, melahirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) membutuhkan kajian yang lebih mendalam lagi. Sebab, jika payung hukumnya adalah sebuah undang-undang, hal tersebut menjadi tidak terlalu kuat.

"Kalau melalui undang-undang, ada pandangan bahwa tidak terlalu kuat. Karena mungkin tidak ada unsur konsekuensi hukumnya kalau dia (pemerintah) tidak melakukan itu (PPHN)," ujar Syarief dalam sebuah diskusi, Ahad (24/10).

Adapun jika lewat amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, presiden disebut akan memiliki konsekuensi jika tak melaksanakan PPHN. Sehingga, pemerintahan mau tak mau akan melaksakanan visi dan misinya sesuai PPHN.

"Karena haluan negara yang ditetapkan itu mengikat, mengikat ini artinya apa, presiden yang terpilih ataupun perdana menteri yang terpilih, harus mengikuti haluan negara," ujar Syarief.

Namun, ia menjelaskan, amandemen UUD ditentang banyak pihak karena dikhawatirkan akan turut membahas masa jabat presiden. Selain itu, wacana tersebut tentu akan menuai polemik di masyarakat yang saat ini tengah terdampak akibat pandemi Covid-19.

"Kalau haluan negara tersebut masuk ke dalam undang-undang konstitusi kita, maka banyak terjadi pergeseran ketatanegaraan," ujar politikus Partai Demokrat itu.

Sebelumnya, Ketua Panitia Ad Hoc I BP-MPR yang melakukan Amandemen UUD 1945 pada 1999–2004, Jakob Samuel Halomoan Lumban Tobing, menyoroti wacana amandemen UUD 1945 yang digulirkan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet. Menurutnya, prosesnya nanti akan berpotensi menimbulkan tumpang tindih regulasi.

"Ada ketidakjelasan yang justru mengundang tanya dari saya, maksudnya amendemen untuk PPHN itu apa? Berpotensi ada tumpang tindih regulasi," ujar Jakob dalam diskusi daring, beberapa waktu lalu.

Amandemen UUD 1945, kata Jakob, harus menggunakan pola pikir secara sistem keseluruhan. MPR dimintanya untuk menyerap aspirasi semua pihak sebelum benar-benar ingin menghidupkan kembali PPHN.

"Isu amandemen berarti politis? Dalam melakukan amandemen harus ada keterbukaan. Usul amandemen ini beneran atau hanya umpan? tolong hati-hati soal amandemen," ujar Ketua Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) periode 1999 itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement