Kamis 28 Oct 2021 20:45 WIB

Jalan Tabrani Menjunjung Bahasa Persatuan Menuju Kemerdekaan

Belanda tak mau menerima nama Indonesia karena mengandung gagasan kemerdekaan.

Suasana Museum Sumpah Pemuda, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/10). Pada peringatan Sumpah Pemuda ke 93 kali ini, Museum sumpah pemuda masih melakukan penutupan sementara layanan kunjungan untuk umum. Biasanya museum ini ramai dikunjungi warga pada peringatan sumpah pemuda 28 Oktober. Hari sumpah pemuda ke 93 kali ini mengambil tema Bersatu, Bangkit, dan Tumbuh.Prayogi/Republika
Foto: Prayogi/Republika.
Suasana Museum Sumpah Pemuda, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/10). Pada peringatan Sumpah Pemuda ke 93 kali ini, Museum sumpah pemuda masih melakukan penutupan sementara layanan kunjungan untuk umum. Biasanya museum ini ramai dikunjungi warga pada peringatan sumpah pemuda 28 Oktober. Hari sumpah pemuda ke 93 kali ini mengambil tema Bersatu, Bangkit, dan Tumbuh.Prayogi/Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Priyantono Oemar

Setelah pelaksanaan Kongres Pemuda Indonesia I, kalangan pemuda Jong Java, Jong Islamieten Bond, dan Pemuda Indonesia, rajin mempropagandakan bahasa Indonesia. Ini merupakan langkah perlawanan terhadap bahasa Belanda yang selama itu menjadi bahasa sehari-hari mereka.

Bahasa Indonesia? Iya. Karena Muh Tabrani yang merupakan aktivis Jong Java, sejak awal 1926 sudah memperkenalkan nama bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Koran Belanda yang terbit di Amsterdam, pada 9 Februari 1928 menurunkan tulisan dengan judul dalam bahasa Indonesia: “Bahasa Indonesia”. Laporan ini kemudian dikutip koran berbahasa Belanda yang terbit di Batavia pada 20 Maret 1928 dengan judul “Bahasa Indonesia, Een Eenheidstaal”.

photo
Diskusi membahas Tabrani di Badan Bahasa. - (Priyantono Oemar/Republika.)

Kata “Indonesia” menjadi kata perlawanan sejak awal 1917, dimulai di Leiden, dan di Indonesia sejak 1920-an. Dua dekade sebelumnya perlawanan yang dilakukan dengan menggunakan kata merdeka, tetapi dalam bahasa Belanda diperhalus menjadi “zelfstandig/zelfstaandigheid” yang artinya mandiri/kemandirian atau “onafhankelijk/onafhankelijkheid” yang artinya “merdeka/kemerdekaan”.

Di buku Ons Wapen yang ditulis 1929 di Belanda, Tabrani memakai “vrijheidsbeweging” untuk menyebut gerakan kemerdekaan. Ia juga memakai istilah “nationale politiek onafhankelijk” untuk menyebut “kemerdekaan politik nasional”.

Arti merdeka dari “onafhankelijk” lebih sering dipakai tidak dalam pengertian “membebaskan diri” atau “memisahkan diri” seperti halnya “vrij”, bebas --yang oleh nasionalis Indonesia dimaknai “memisahkan diri”. “Onafhankelijk” dipakai Belanda merujuk pada tetap adanya ikatan Indonesia dengan Belanda, karena itulah penggunaannya sering berdampingan dengan “zelstandig”. Namun para nasionalis Indonesia menginginkan bebas dari ikatan Belanda. Memisahkan diri dari Belanda.

Pada 1920 Prof SR Steinmetz memakai istilah “zelfbevrijding”. Membebaskan diri, untuk menyebut tindakan bangsa tertindas yang bersatu agar mempunyai negara sendiri, tidak lagi menjadi koloni. Pada 1931, Petrus Blumberber –bekas pegawai Hindia Belanda-- memakai istilah “absolute onafhankelijkheid” untuk keinginan yang dipunyai nasionalis Indonesia. Kemerdekaan mutlak.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement