REPUBLIKA.CO.ID, KABUL - Krisis kemanusiaan di Afghanistan kini kian mencekik rakyatnya karena situasi ekonomi dan politik yang tak menentu. Terlebih menyusul runtuhnya pemerintahan sebelumnya. Jutaan warga Afghanistan telah mengungsi dan meninggalkan negara itu karena perubahan rezim dan keraguan seputar situasi tersebut.
Seperti dilansir laman Khaama pada Selasa (2/11), puluhan keluarga telah meninggalkan rumah dan ternak mereka di Daikondi, Panjshir, Helmand, dan provinsi lainnya. Perubahan rezim telah sangat memengaruhi sektor swasta karena sebagian besar perusahaan lokal dan organisasi internasional tutup sejak pengambilalihan Taliban. Situasi ini menandakan negara berada dalam kontraksi ekonomi yang mengerikan tanpa dukungan dan konektivitas internasional.
Kondisi tersebut sangat sulit dijalani terutama bagi rakyat biasa. Demikian pula sektor publiknya yang telah lumpuh sebagian karena tidak adanya perdagangan dan konektivitas regional. Pedagang Afghanistan menghadapi penundaan dalam mencapai produk pertanian ke pasar regional karena beberapa alasan. Mengimpor kebutuhan pokok dan bahan makanan menjadi tantangan yang mengakibatkan kenaikan harga selama masa-masa sulit ini.
Ekonomi Afghanistan yang rapuh dan berbasis sumbangan telah runtuh sejak komunitas internasional berhenti mengirim dana bantuan. Rezim baru yang dipegang Taliban belum mendapatkan pengakuan dan dukungan internasional. Banyak perusahaan dan bisnis milik swasta tutup dan belum beroperasi karena ketidakpastian yang luar biasa ini.
Perang memang telah usai dan situasi keamanan telah membaik. Namun, keamanan saja tidak membantu perekonomian untuk berkembang. Konektivitas internasional, perdagangan regional, dan investasi asing memainkan peran penting dalam ekonomi apa pun. Elemen-elemen itulah yang masih hilang dalam konteks Afghanistan yang dipegang Taliban.
Amerika Serikat (AS) telah membekukan aset bank sentral Afghanistan senilai 9,9 miliar dolar AS sehingga menempatkan ekonomi negara itu dalam posisi yang rentan. Tindakan sengaja pemerintah AS ini menunjukkan bahwa mereka tidak berniat untuk terus berkolaborasi dengan rezim Kabul yang baru di bidang ekonomi, investasi, diplomasi, dan lainnya.
Perubahan rezim di Afghanistan juga menyebabkan pengangguran besar-besaran di antara warga baik di sektor swasta maupun publik. Beberapa individu mengalami kerugian ekonomi dan keuangan yang parah. Banyak dari mereka dengan putus asa meramalkan masa depan yang tidak pasti tanpa arah yang jelas untuk bergerak maju.