REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank mendorong produk sarung tenun para perajin di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, masuk pasar ekspor lewat program Desa Devisa. Pada Senin (1/11), LPEI telah meresmikan Desa Wedani di Kecamatan Cerme, sebagai Desa Devisa Tenun Gresik.
Direktur Eksekutif LPEI James Rompas mengatakan, terdapat 1.500 orang penenun perempuan yang memproduksi sarung tenun ATBM (alat tenun bukan mesin) yang tergabung dalam kelompok penenun Koperasi Wedani Giri Nata (WGN). Sarung tenun ATBM Desa Wedani merupakan komoditas unggulan dari Desa Devisa Tenun Gresik.
James menambahkan, LPEI dalam menjalankan program Desa Devisa berkolaborasi dengan sejumlah institusi pusat dan daerah untuk memberikan pendampingan.“Pendampingan dilakukan pada aspek kelembagaan, produksi hingga akses pasar kepada anggota maupun pengurus Koperasi Wedani Giri Nata,” kata James dalam siaran pers, Rabu (3/11).
Untuk Desa Devisa Tenun Gresik, LPEI bersinergi dengan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Gresik, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan dan Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Perindang (Diskoperindag) Kabupaten Gresik untuk mengembangkan potensi Desa Wedani.
Saat ini, ujar James, kapasitas produksi sarung tenun dari Desa Wedani mencapai 146.400 lembar sarung per bulan. LPEI menargetkan Koperasi WGN sudah dapat melakukan ekspor perdana pada semester I 2022 dengan produk yang memenuhi standar internasional.
“Program Desa Devisa yang dimiliki LPEI ini bertujuan untuk membangun dan meningkatkan potensi suatu kawasan yang memiliki produk unggulan berorientasi ekspor. Juga menghasilkan devisa dari kegiatan usaha yang dilaksanakan secara berkesinambungan,” kata James.
Menurut James, Desa Wedani menjadi desa ke-24 yang mengikuti program Desa Devisa LPEI. Adapun jumlah total penerima manfaat dari program ini telah mencapai 2.774 orang petani/penenun dan ditargetkan akan terus bertambah.
Program Desa Devisa dimulai sejak tahun 2019 dengan Desa Devisa Kakao di Jembrana, Bali. Desa tersebut memiliki komoditas unggulan berupa biji kakao difermentasi. Selanjutnya, ada Desa Devisa Kerajinan di Bantul, Yogyakarta dengan produk kerajinan ramah lingkungan. Kedua desa tersebut telah mampu melakukan ekspor secara berkelanjutan ke Eropa.
Sepanjang tahun ini, LPEI sudah meresmikan tiga desa devisa, yaitu Desa Devisa Agrowisata Ijen Banyuwangi, Desa Devisa Kopi Subang, dan Desa Devisa Tenun Gresik. James berharap, program Desa Devisa dapat membawa produk lokal mendunia serta memberikan dampak positif terhadap peningkatan ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi masyarakat setempat. “LPEI akan akan terus bersinergi membangun desa-desa melalui program Desa Devisa,” katanya.