REPUBLIKA.CO.ID, WONOSARI -- Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank telah memberikan pelatihan dan pendampingan kepada 868 desa devisa yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebanyak 609 di antaranya telah menjadi eksportir baru.
Desa devisa merupakan program pemberdayaan komunitas (cluster) petani/perajin/koperasi, maupun UKM yang memiliki produk unggulan berorientasi ekspor. Kegiatan yang dilakukan berupa pendampingan mengatasi hambatan ekspor komunitas, antara lain penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas produksi, prosedur ekspor, perizinan dan sertifikasi, serta akses pasar.
Kemudian, akses pembiayaan untuk menunjang pelaksanaan ekspor komunitas, baik secara komersial, PKE, dan atau program memitraan. Kepala Departemen Pengembangan Komoditas dan Industri LPEI, Nilla Meiditha menjelaskan, desa devisa yang dirancang secara terintegrasi dan terpadu oleh LPEI yang melibatkan pemangku kepentingan sebagai ekosistem ekspor untuk memberikan dukungan berupa pelatihan dan pendampingan kepada para petani/ perajin/pelaku usaha.
Melalui program ini, kehadiran negara dan pemanfaatan APBN serta peran pemerintah untuk penguatan UMKM dapat dirasakan oleh masyarakat.
"Sampai November 2023, LPEI memberikan pelatihan dan pendampingan kepada 868 desa devisa yang tersebar di seluruh Indonesia dengan komoditas kopi, kakao, rempah, perikanan dan hasil laut, fashion, kelapa dan turunan, makanan dan minuman, furnitur serta home decor," jelas Nilla dalam kunjungan ke desa devisa kakao di Kabupaten Bantul.
Dipaparkan, desa devisa merupakan cerminan kolaborasi LPEI dengan kementerian dan lembaga termasuk Kementerian Keuangan dibawah naungan Kemenkeu Satu. Secara akumulasi November 2023, LPEI berhasil memfasilitasi lahirnya 609 eksportir baru, sebagai upaya nyata memberikan dukungan kepada pelaku UMKM.
Menurut Nilla, setiap tahun LPEI selalu melakukan kajian untuk menentukan produk unggulan ekspor yakni pada 2023, salah satunya kakao. Dusun Doga, Kalurahan Nglanggran di Kabupaten Gunungkidul, merupakan salah satu desa devisa yang menjadi binaan LPEI.
Dengan lahan perkebunan seluas 10,5 hektare atau setara 4.000 pohon kakao, desa ini mampu memproduksi hingga 20 ton kakao per tahun. Masyarakat desa telah berhasil menghasilkan beragam produk turunan kakao, termasuk kakao fermentasi, kakao bar, dan kakao nibs.
"Peran LPEI lebih mempersiapkan agar desa devisa kakao Nglanggran bisa melakukan kegiatan ekspor," katanya. Pada 19 Mei 2023, Desa Nglanggeran diresmikan LPEI sebagai Desa Devisa Kakao Gunungkidul sekaligus sebagai awal dilaksanakan program pelatihan dan pendampinggan.
Desa Devisa Gunungkidul merupakan kolaborasi Kemenkeu Satu (Kementerian Keuangan, PT SMF, dan LPEI) bersama Koperasi Amanah Doga Sejahtera untuk mendorong pertumbuhan ekonomi desa dan kesejahteraan masyarakat desa.
LPEI melalui program Desa Devisa Gunungkidul memberikan pelatihan manajemen ekspor, pendampingan akses pasar, peningkatan kapasitas produksi, dan pendampingan terkait sertifikasi organik kepada 60 petani kakao dan Koperasi Amanah Doga Sejahtera.
"Harapannya, kegiatan ini akan membantu Desa Devisa Kakao Gunungkidul untuk memperluas akses pasar ekspor, meningkatkan kapasitas produksi, serta memenuhi persyaratan sertifikasi yang dibutuhkan oleh pasar," tegas dia.