REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Demonstran membakar ban dan memblokir jalan di seluruh bagian Lebanon pada Senin (29/11) sebagai protes atas krisis ekonomi negara itu. Mereka membakar ban di jalan-jalan di Beirut tengah, Tripoli di Lebanon utara dan kota selatan Sidon.
Dilansir dari Alarabiya, Selasa (30/11) unjuk rasa digelar ketika nilai mata uang Libanon terus anjlok ke posisi terendah. Pound Libanon diperdagangkan di level 25 ribu per dolar, ini lebih kecil dibandingkan pada 2019 di mana nilai tukar pound Libanon sekitar 15 ribu terhadap dolar.
Krisis ekonomi Lebanon, yang terjadi pada 2019, telah mendorong lebih dari tiga perempat penduduk ke dalam kemiskinan. Mata uang lokal anjlok lebih dari 90 persen.
Ada sedikit kemajuan sejak pemerintahan Perdana Menteri Najib Mikati diangkat pada September lalu, setelah lebih dari satu tahun kebuntuan politik yang memperparah krisis.
Subsidi telah dikurangi pada hampir semua barang termasuk bahan bakar dan obat-obatan. Ini semakin mendorong kenaikan harga karena layanan dasar seperti layanan kesehatan runtuh.
Fokus utama kabinet adalah menghidupkan kembali pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional, yang diperlukan untuk membuka bantuan asing. Tetapi kesepakatan tentang angka-angka keuangan penting, tetapi persyaratan untuk memulai negosiasi, belum tercapai.