REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo mengatakan, reformasi birokrasi tahap pertama yang diperintahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membutuhkan dana Rp 1,7 triliun. Dana sebanyak itu digunakan untuk menyelesaikan tiga pekerjaan besar.
"Reformasi birokrasi, memangkas birokrasi panjang menjadi pendek, yang diinginkan Bapak Jokowi ini lah yang saya kira faktor dana juga. Ternyata tahap awal memerlukan Rp 1,7 triliun," ungkap Tjahjo dalam sambutannya pada seminar peningkatan reformasi birokrasi di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (1/12).
Tjahjo menjelaskan, reformasi birokrasi tahap pertama ini merupakan target jangka pendek yang ditetapkan Jokowi usai dilantik sebagai Presiden periode kedua pada 2019. Dalam tahap pertama ini, terdapat tiga pekerjaan utama.
Pertama, mempercepat proses perizinan investasi. Tujuannya, kata Tjahjo, untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di daerah sehingga mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kalau tidak (direformasi), ini ada perizinan di tingkat BUMN saja sampai lima tahun, dengan ribuan lembar berkas. Setelah selesai ribuan lembar itu, masih minta saham kosong lagi, ya lari semua investornya," kata Tjahjo.
Kedua, mempercepat dan meningkatkan pelayanan masyarakat. Ketiga, menghitung ulang jumlah PNS yang sebenarnya dibutuhkan birokrasi Indonesia untuk bisa bergerak cepat dan melayani semua masyarakat.
Pada tahap pertama ini, kata Tjahjo, terdapat total 4,2 juta ASN. Sekitar 1,6 juta orang di antaranya merupakan pegawai administrasi yang ditugaskan Gubernur, Bupati, Wali Kota, menjadi penyuluh, guru, dan lainnya.
"Yang 4,2 juta itu dicek dulu berapa yang dibutuhkan saat ini. Dengan (hadirnya) aplikasi yang menunjang percepatan reformasi birokrasi dan mempercepat pelayanan masyarakat, itu bagaimana (jumlah ASN nanti)," ujarnya.
Semua agenda reformasi jangka pendek itu, ujar Tjahjo, sedang dikerjakan Kemenpan RB bersama kementerian/lembaga lainnya. Semua agenda reformasi birokrasi tahap pertama ini akan dituntaskan pada 2024.
"Di tengah pandemi Covid-19, kami ingin setidaknya selesai pada akhir 2024. Soal ganti Presiden, ada visi-misi baru, itu masalah nanti," kata politikus PDIP itu.