REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 26 organisasi yang bergerak dalam isu disabilitas merasa tersinggung dengan aksi Menteri Sosial Tri Rismaharini yang memaksa anak tunarungu berbicara. Mereka pun menuntut permintaan maaf dari Risma.
Puluhan organisasi itu tergabung dalam Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas Anti Audism. Tiga organisasi di antaranya adalah Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin), Yayasan Handai Tuli, dan Kesetaraan Anak Tuli.
Pernyataan sikap mereka sampaikan lewat siaran pers yang dikemas dalam bentuk surat terbuka untuk Risma. Surat itu awalnya menyorot dua pernyataan Risma ketika memaksa seorang anak tunarungu berbicara di hadapan publik saat acara peringatan Hari Disabilitas Internasional di kantor Kemensos, Rabu (1/2).
"Disabilitas Rungu/Tuli akan dibagikan Alat Bantu Dengar (ABD) agar dapat berbicara dan mengurangi penggunaan bahasa Isyarat", dan "Ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita, mulut, mata, telinga. Jadi Ibu tidak melarang menggunakan bahasa isyarat tapi kalau kamu bisa bicara maka itu akan lebih baik lagi".
"(Dua pernyataan itu) telah menyinggung perasaan warga negara penyandang disabilitas rungu/tuli," demikian bunyi surat terbuka itu sebagaimana dibacakan perwakilan koalisi dalam konferensi pers, Jumat (4/12)
Mereka juga menilai bahwa pernyataan Risma itu bertentangan dengan prinsip HAM yang termaktub dalam UUD 1945. Pernyataan tersebut juga bertentangan dengan berbagai prinsip dalam sejumlah undang-undang terkait disabilitas.
Koalisi ini menjelaskan, setiap penyandang disabilitas memiliki cara berbeda dalam berkomunikasi. Alih-alih memaksa, Risma seharusnya menghormati cara berkomunikasi anak tunarungu yang menggunakan bahasa isyarat itu.
"Pilihan komunikasi seseorang dengan menggunakan bahasa isyarat tidak boleh dilarang dan dipaksa untuk menggantinya," kata mereka dalam surat untuk Risma.
Puluhan organisasi ini pun menuntut permintaan maaf Risma. Hal itu disampaikan Fajri Nursyamsi, moderator dalam konferensi pers virtual itu. "Kami menyampaikan dan mencantumkan dalam siaran pers untuk Bu Risma sebagai Mensos itu meminta maaf atas yang disampaikannya di Hari Disabilitas Internasional. (Permintaan maaf kepada) penyandang disabilitas, khususnya penyandang disabilitas tuli," tegasnya.
Sebelumnya, Rabu (1/12), Risma memaksa seorang anak penyandang disabilitas rungu berbicara di hadapan khalayak ramai saat acara peringatan Hari Disabilitas Internasional di kantor Kemensos, Jakarta. Alhasil, seorang anak disabilitas tunarungu lainnya bernama Stefanus, langsung protes di hadapan Risma.
Sehari berselang, Risma menyampaikan klarifikasi. Dia mengaku tak ada niat sama sekali memaksa anak tersebut. Dia hanya ingin anak tunarungu itu bisa belajar berbicara, setidaknya bisa menyebutkan kata 'tolong' sehingga bisa digunakan dalam keadaan darurat.