REPUBLIKA.CO.ID, CALIFORNIA -- Pengungsi Rohingya menggugat Meta Platforms Inc, atau sebelumnya dikenal sebagai Facebook, sebesar 150 miliar dolar AS atas tuduhan berkontribusi pada kekerasan di Myanmar. Rohingya mengatakan, raksasa media sosial tersebut tidak mengambil tindakan terhadap ujaran kebencian anti-Rohingya yang berkontribusi pada kekerasan.
Keluhan class action tersebut diajukan di California pada Senin (6/12), oleh firma hukum Edelson PC dan Fields PLLC. Mereka berpendapat bahwa, Facebook telah gagal mengawasi konten yang berkontribusi pada kekerasan nyata yang dihadapi oleh komunitas Rohingya. Dalam tindakan terkoordinasi, pengacara Inggris juga menyerahkan surat pemberitahuan ke kantor Facebook di London.
Gugatan class action tersebut merujuk klaim oleh pelapor Facebook, Frances Haugen, yang membocorkan cache dokumen internal perusahaan pada tahun ini. Dokumen tersebut menyatakan, perusahaan tidak mengawasi konten yang berpotensi menimbulkam kerugian besar. Gugatan tersebut juga mengutip laporan media, termasuk laporan Reuters bulan lalu yang menyatakan bahwa militer Myanmar menggunakan akun media sosial palsu untuk terlibat dalam pertempuran informasi.
Facebook tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters tentang gugatan tersebut. Perusahaan itu mengatakan, terlalu lambat untuk mencegah kesalahan informasi dan kebencian di Myanmar. Facebook mengaku telah mengambil langkah untuk menindak penyalahgunaan platform di wilayah tersebut, termasuk melarang militer dari Facebook dan Instagram setelah kudeta 1 Februari.
Facebook mengatakan, mengacu pada undang-undang internet Amerika Serikat (AS) yang dikenal sebagai Section 230, disebutkan bahwa platform daring tidak bertanggung jawab atas konten yang diunggah oleh pihak ketiga.
Dua ahli hukum mengatakan, pengadilan AS dapat menerapkan hukum asing untuk kasus dugaan kerugian dan aktivitas oleh perusahaan terjadi di negara lain. Namun mereka tidak mengetahui apakah ada preseden yang berhasil untuk hukum asing yang diajukan dalam tuntutan hukum terhadap perusahaan media sosial, yang dilindungi oleh Section 230.