REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Kepemimpinan Taliban menilai keputusan Komite PBB yang menolak utusan mereka di organisasi perdamaian dunia itu merupakan bentuk tekanan. Taliban memprotes keputusan Komite PBB tersebut.
"Penolakan perwakilan semacam itu di PBB, merupakan hak sah rakyat Afghanistan, (penolakan) itu sama saja dengan instrumen tekanan," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri di bawah kepemimpinan Taliban, Abdul Qahar Balkhi, dilansir Anadolu Agency, Rabu (8/12).
Balkhi mengatakan, kepemimpinan Afghanistan yang baru merupakan otoritas yang bertanggung jawab dengan kedaulatan atas seluruh Afghanistan. Kepemimpinan saat ini telah memastikan keamanan bagi semua warga Afghanistan. "Kami memiliki hak yang sah untuk mewakili rakyat Afghanistan di PBB," kata Balkhi.
Komite Kredensial PBB telah menunda keputusan apakah akan mengakreditasi dua pemilihan duta besar (dubes) kontroversial, yakni untuk Afghanistan yang dipimpin Taliban dan junta Myanmar. Dengan demikian, kedua pihak itu belum diperkenankan mengutus dubes untuk PBB.
Komite Kredensial PBB terdiri dari sembilan anggota. Mereka diberi mandat untuk memeriksa kredensial perwakilan negara-negara anggota dan melaporkannya ke Majelis Umum PBB.
Taliban mencalonkan Suhail Shaheen sebagai duta besar PBB untuk Afghanistan. Shaheen merupakan juru bicara Taliban dan mengambil bagian dalam negosiasi dengan AS, untuk menarik pasukan dari Afghanistan setelah 20 tahun. "(Penolakan PBB itu) tidak bermanfaat bagi siapa pun dan tidak memiliki dasar hukum," kata Balkhi tentang resolusi tersebut.
Pada September lalu, Taliban telah mengirim surat kepada PBB untuk mengganti duta besar Afghanistan di badan dunia tersebut. Taliban mengatakan, utusan pemerintah yang sudah mereka gulingkan tak lagi mewakili Afghanistan di PBB.
Sampai saat ini, di bawah aturan PBB, Ghulam Isaczai akan tetap menjadi duta besar Afghanistan untuk badan global tersebut. Isaczai merupakan utusan pemerintah Afghanistan, yang digulingkan oleh Taliban pada Agustus lalu.
Taliban mengatakan, Isaczai tidak lagi mewakili Pemerintah Afghanistan. Taliban juga mengatakan, beberapa negara tidak lagi mengakui Presiden Asgraf Ghani sebagai pemimpin.
"Memberikan kursi Afghanistan di PBB kepada individu yang tidak memiliki hubungan kerja dengan Kabul, dan tidak memiliki otoritas atas bagian mana pun dari wilayah Afghanistan, dianggap sebagai penolakan terang-terangan terhadap hak rakyat Afghanistan yang sah," kata Balkhi.