REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua panitia khusus (Pansus) rancangan undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) Ahmad Doli Kurnia Tandjung menjelaskan, sejumlah klaster akan menjadi fokus selama pembahasan RUU tersebut. Salah satunya terkait pengalihan status Daerah Khusus Ibukota (DKI) yang milik Jakarta.
"Kami juga sudah kasih ini misalnya pengalihan status, kemudian misalnya apakah itu dilelang, atau dijual segala macam. Itu juga harus menjadi concern kita," ujar Doli di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (9/12).
Perubahan status DKI dari Jakarta harus diatur lewat perubahan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Termasuk aset-aset negara yang ada di Jakarta.
"Nah ini kan tentu kan harus ada perubahan undang-undangnya. Termasuk semua aset-aset yang ada di DKI, makanya ada dalam itu ada pasal yang mengatur barang milik negara (BMN)," ujar Doli.
Doli mengatakan, Pansus RUU IKN akan menyerap berbagai aspirasi dan masukan dari berbagai pihak selama pembahasannya. "Jadi sebetulnya dari segi teknis, pembahasan undang-undang tidak terlalu banyak yang dibahas. Tapi karena ini sesuatu yang penting, kita juga perlu mendengarkan aspirasi masyarakat kemudian kita," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.
Ia menilai draf RUU IKN yang memuat delapan bab dan 34 pasal dapat selesai selama dua kali masa sidang DPR. Targetnya, RUU tersebut dapat disahkan menjadi undang-undang pada awal 2022.
"InsyaAllah (RUU IKN disahkan pada awal 2022)," jawab Doli ketika ditanya target penyelesaian.
Ia menjelaskan, pemerintah dan mayoritas fraksi yang ada di DPR sepakat tentang pemindahan ibu kota negara ini. Namun, Doli menegaskan DPR akan tetap menjaga pembahasan RUU IKN sesuai mekanisme yang ada.
Baca Juga:
- Pansus RUU Ibu Kota Negara Disahkan, Ini Nama-Nama Anggota
- Ibu Kota Baru Diharapkan Jadi Motor Kemajuan Indonesia
- Anggaran Pembangunan Ibu Kota Baru Tahap Satu Rp 510 Miliar
"Walaupun kita diminta untuk bisa menyelesaikannya segera, berupaya mungkin untuk memenuhi semua prosedur dan tatib (tata tertib) peraturan perundang-undangan yang ada," ujar Doli.
"Jadi syarat-syarat formil, kemudian pembahasan substansinya kita optimalkan sebisa mungkin. Walaupun kita diminta untuk menyelesaikannya sesegera mungkin," kata dia.
Jangan terburu-buru
Anggota Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) DPR RI Suryadi Jaya Purnama mengingatkan agar pembahasan RUU tersebut jangan tergesa-gesa, karena persoalan yang dibahas sangat kompleks. "Selain jumlah anggota pansus yang melebihi ketentuan, proses pembahasan RUU IKN juga terkesan terburu-buru padahal masalah yang dibahas pada RUU ini cukup kompleks," kata Suryadi, di Jakarta, Kamis.
Dia menilai butuh waktu untuk melakukan pembahasan agar dapat menampung lebih banyak masukan dari masyarakat. Menurut dia, ada beberapa substansi yang harus dikritisi, seperti terkait pilihan lokasi pemindahan Ibu Kota Negara ke daerah Penajam Paser Utara.
"Kemudian juga pemilihan waktu pemindahan, mekanisme pemindahan serta bentuk pemerintahan IKN dan masalah pembiayaan," ujarnya.
Dia menilai pembahasan RUU IKN jangan dilakukan secara tergesa-gesa, dan harus melibatkan masyarakat luas. Menurut dia, jangan sampai terjadi kembali kejadian seperti UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang pada akhirnya diputuskan MK untuk harus diperbaiki karena kurang melibatkan partisipasi publik.
Dia juga mengkritisi jumlah anggota Pansus RUU IKN yang melebihi ketentuan yang diatur pada Pasal 104 Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib.
Sementara itu, pakar ilmu ekonomi, Anggito Abimanyu, menyorot sejumlah poin yang terdapat dalam rencana pemindahan ibu kota negara (IKN). Salah satunya adalah tujuan pemindahannya adalah untuk meningkatkan ekonomi.
"Visi IKN, menurut saya sebagai service saja, pelayan kepada kepentingan nasional, menjadi pusat pemerintahan, dan tidak perlu ada penggerak ekonomi segala," ujar Anggito dalam rapat dengar pendapat dengan panitia khusus (Pansus) rancangan undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN), Kamis.
Menurutnya, memindahkan kantor lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif tak serta-merta meningkatkan ekonomi negara. Pasalnya, tak ada aturan yang eksplisit menyatakan bahwa investasi juga dipindahkan ke ibu kota negara baru.
"Tidak menginvestasikan industri di sana, industrinya ya biar program-program investasinya yang berjalan, tapi tidak berarti kalau pindah ke sana (meningkatkan ekonomi), tidak ada hubungannya," ujar Anggito.
Di samping itu, ia menjelaskan bahwa terdapat enam syarat pemindahan ibu kota negara, yakni aman dari bencana secara geologis dan geografis, pertimbangan kepadatan penduduk rendah, dan ketersedian kualitas sumber daya manusia (SDM) memadai.
Tiga syarat berikutnya adalah ketersedian infrastruktur eksisting yang cukup dan analisis manfaat dan biaya ekonomi dan fiskal, inklusif, dan laya. Terakhir adalah masalah sosial-budaya, beragam, dan terbuka.
"Sebetulnya dibayangkan lebih sederhana menjadi pusat pemerintahan yang efisien, sehingga Jakarta tidak lagi keberatan beban. Sehingga kota yang akan dibangun ibu kota yang modern berkelanjutan bersih lingkungan, tidak ada industri," ujar Anggito.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas RI Suharso Monoarfa didampingi Mensesneg Pratikno menyerahkan surat presiden (surpres) Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) ke pimpinan DPR, Rabu (29/9). Suharso mengatakan RUU IKN berisi visi ibu kota negara.
"Isi di dalam (rancangan) UU ini antara lain menyangkut visi dari ibu kota negara, kemudian bentuk pengorganisasian, pengelolaan, kemudian tahap-tahap pembangunannya sampai kemudian tahap pemindahannya dan bagaimana pembiayaannya," kata Suharso di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/9).
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menjelaskan bahwa RUU IKN terdiri dari 34 pasal dan 9 bab. Menurutnya, RUU IKN tersebut telah disusun sesuai kaidah penyusunan undang-undang.
"Jadi dengan diundangkannya nanti, kalau ini memang nanti berhasil diundangkan di DPR, kita semua berharap seperti itu maka langkah pertama adalah untuk menyusun dan memastikan detail plan yang sudah tersedia, masterplan yang sudah selesai dan kita akan semua mengikuti kaidah-kaidah yang sudah disusun dalam perencanaan masterplan itu," terangnya.
Selanjutnya, Rapat Paripurna DPR RI menetapkan keanggotaan Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Pansus RUU IKN) yang beranggotakan sebanyak 56 orang dari 9 fraksi. Setelah itu seluruh anggota DPR yang hadir setuju penetapan keanggotaan Panja RUU IKN tersebut.
Dasco mengatakan, Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib menyebutkan keanggotaan pansus sebanyak 30 orang. Namun, menurut dia, karena kompleksitas dan substansi yang dibahas merupakan lintas komisi, maka Rapat Pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR pada 3 November 2021 sepakat membentuk Panja RUU IKN dengan jumlah anggota 56 orang dan pimpinan pansus sebanyak 6 orang.
"Adapun komposisi anggota pansus dengan berdasarkan perimbangan dan pemerataan anggota tiap fraksi, maka Fraksi PDIP sebanyak 12 orang, Fraksi Golkar 8 orang, Fraksi Gerindra 8 orang, Fraksi NasDem 6 orang, Fraksi PKB 6 orang, Fraksi Demokrat 5 orang, Fraksi PKS 5 orang, Fraksi PAN 4 orang, dan Fraksi PPP 2 orang," ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad.