Rabu 22 Dec 2021 21:51 WIB

Hari Ibu Nasional dan Kisah Kegigihan Pejuang Perempuan Nusantara

Sejarah perempuan di Nusantara banyak berjuang untuk perjuangkan hak

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Sejarah perempuan di Nusantara banyak berjuang untuk perjuangkan hak. Ilustrasi
Foto: ANTARA//M Ibnu Chazar
Sejarah perempuan di Nusantara banyak berjuang untuk perjuangkan hak. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Peringatan Hari Ibu Nasional adalah hari kebangkitan perempuan Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya.   

Peringatan Hari Ibu Nasional setiap 22 Desember itu berbeda dengan Mothers Day yang dirayakan di dunia Barat.  

Baca Juga

Peringatan Hari Ibu di Indonesia, menurut Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, lahir dari digelarnya Kongres Perempuan Indonesia II pada 1930 yang di dalam kongres tersebut membahas hak-hak perempuan di berbagai bidang.      

"Setiap perempuan memiliki hak yang sama sebagai manusia. Bahkan, gerakan perempuan  Indonesia merupakan bagian dari upaya mewujudkan Kemerdekaan Indonesia," kata  Rerie, sapaan akrab Lestari, dalam diskusi virtual bertema Perempuan Indonesia: Kepemimpinan, Kesetaraan dan Kiprah Membangun Bangsa yang merupakan bagian dari acara peluncuran buku 21 Wanita Perkasa yang Ditempa oleh Budaya Aceh, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama Yayasan Sukma dan Universitas Syiah Kuala Aceh, Rabu (22/12). 

Padahal, ujar Rerie, sejak zaman kerajaan- kerajaan di Nusantara masa lalu, sudah banyak perempuan mengambil peran sebagai garda terdepan dalam perjuangan. 

Tokoh-tokoh perempuan di masa itu, ujar anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, juga terlibat dalam pengelolaan negara, pertahanan, perdagangan dan sejumlah bidang sosial kemasyarakatan. 

Diakui Rerie, masa reformasi merupakan masa yang kondusif  bagi gerakan perempuan Indonesia karena cukup banyak ruang yang dibuka untuk mengangkat berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan saat ini. 

Meski begitu, Rerie menilai, masih banyak pekerjaan rumah terkait perempuan yang harus segera dituntaskan agar hak-hak perempuan bisa terpenuhi. 

Pekerjaan rumah itu, tambahnya, antara lain pembahasan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU-TPKS) yang hingga kini masih menghadapi banyak tantangan. 

Padahal, ujar Rerie, RUU-TPKS sangat diharapkan untuk segera menjadi undang-undang agar perlindungan dan pencegahan dari tindak kekerasan seksual yang kerap mengancam perempuan, bisa segera direalisasikan. 

Pengamat militer dan pertahanan keamanan, Connie Rahakundini Bakrie berpendapat jika kembali kepada nasionalisme perempuan di masa lalu, sudah terbukti banyak perempuan berperan aktif dalam skala yang lebih luas di berbagai bidang. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement