REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi di PT Krakatau Steel. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Supardi menyampaikan, kasus dugaan korupsi yang saat ini masih dalam pengungkapan, dan pendalaman tersebut, terkait dengan pembangunan pabrik baja senilai Rp 10-an triliun di Kota Cilegon, Provinsi Banten.
Supardi menjelaskan, meskipun masih dalam penyelidikan, tetapi kasus tersebut menjadi salah satu prioritas pengungkapan pada 2022. Kasus itu pun ditangani penyidik Jampidsus. Supardi menjelaskan, kasus korupsi terkait pembangunan pabrik baja tipis oleh emiten KRAS tersebut.
"(Kasus) Krakatau Steel, masih jalan. Itu belum penyidikan. Masih penyelidikan. Mudah-mudahan, Insya Allah bisa cepat selesai awal tahun depan, bisa naik ke penyidikan, atau yang lain," ujar Supardi saat ditemui Republika di Kejakgung, Jakarta Selatan, Jumat (31/12).
Dia menjelaskan, dalam kelanjutan pembangunannya, pabrik baja tipis tersebut tak terpakai dan tak operasional. Meskipun wujudnya sudah ada, sambung dia, pabrik tipis tersebut, saat ini terbengkalai dan tak berfungsi. Sehingga, kata Supardi, ada dugaan kerugian negara. Pabriknya ada, tetapi, tidak operasional sekarang. D"an itu kita dugaan ada merugikan keuangan negara," terangnya.
Meski begitu, menurut Supardi, angka pembangunan pabrik Rp 10-an triliun tersebut belum dapat menjadi acuan angka kerugian negara. Karena itu, ktim Jampidsus, sedang melakukan penyelidikan untuk menemukan tindak pidana, serta nilai kerugian negara dari pembangunan pabrik yang akhirnya mangkrak tersebut.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pada September 2021, mengungkapkan hal serupa terkait dugaan korupsi di PT Krakatau Steel. Saat acara Talkshow Bangkit Bareng yang digelar oleh Republika, Selasa (28/9) lalu, Erick menyampaikan perusahaan baja milik negara itu, mencatatkan utang mencapai 2 miliar dolar Amerika Serikat (AS), atau setara Rp 28,51 triliun.
Dari utang tersebut, terkait dengan pembuatan tungku peleburan tanur tinggi. Tetapi, proyek tersebut akhirnya mangkrak. Erick menduga, ada dugaan korupsi dalam pembangunan peleburan baja tersebut. "Krakatau Steel, punya utang dua miliar dolar (AS). Salah satunya investasi 850 juta dolar AS dari proyek blast furnace (peleburan tanur tinggi) yang hari ini mangkrak. Pasti ada indikasi korupsi," ujar Erick.
Dia menegaskan, Kementerian BUMN akan menagih tanggung jawab hukum atas dugaan korupsi pada perusahaan negara tersebut. "Ini kan hal yang tidak bagus, pasti ada indikasi korupsi, kita akan kejar siapa pun yang merugikan karena ini bukan ingin menyalahkan, tapi penegakan hukum terhadap proses bisnis yang salah harus kita perbaiki," kata Erick melanjutkan.