REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO - Pakar Hidrologi dan Sumber Daya Air dari Universitas Jenderal Soedirman, Yanto, mengungkapkan pemerintah sebaiknya tetap menjadikan mitigasi banjir sebagai program prioritas pada tahun 2022. Ia mengatakan selama tahun 2021 angka kejadian bencana alam seperti banjir masih tergolong tinggi di wilayah Indonesia.
Menurut dia, sebagian besar dari 3.078 kejadian bencana yang menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana terjadi sepanjang tahun 2021 dipicu oleh hujan. "Dari jumlah tersebut, 89 persen disebabkan oleh fluktuasi hujan baik berupa banjir, cuaca ekstrem, tanah longsor, dan kekeringan. Banjir masih mendominasi jumlah kejadian bencana di Indonesia, sebanyak 42 persen dari keseluruhan bencana yang tercatat," katanya, Jumat (31/12).
Karena itu, Yanto mengatakan program-program penguatan kapasitas mitigasi banjir harus dijadikan sebagai prioritas pada 2022. Dia juga mengungkap pentingnya peningkatan upaya untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
"Menghentikan perubahan iklim bisa dikatakan merupakan hal yang mustahil sehingga satu-satunya kesempatan untuk mengurangi banjir dan dampaknya adalah melalui pengelolaan lahan yang baik," papar Yanto.
Menurutnya, konservasi lahan dan rehabilitasi lahan kritis wajib dilakukan di daerah hulu sungai untuk mencegah banjir. "Sementara di daerah hilir, yang pada umumnya berupa wilayah permukiman, maka pembangunan infrastruktur mitigasi banjir seperti sumur resapan dan biopori harus dikerjakan," terangnya.
Dia menekankan pentingnya pembuatan peta daerah rawan banjir dalam upaya memperkuat kapasitas mitigasi. Peta rawan banjir ini bisa mendukung upaya penyebarluasan informasi agar lebih tepat sasaran.
"Dengan adanya peta rawan banjir, maka layanan lokasi yang ada di perangkat gawai masyarakat dapat digunakan untuk menyampaikan informasi secara langsung dan terfokus saat ada masyarakat yang memasuki daerah rawan banjir," ia menambahkan.