REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 114 Tahun 2021 terkait posisi wakil menteri (wamen) di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, pemerintah perlu menjelaskan urgensi dan relevansi posisi wamen.
"Mestinya dijelaskan oleh pemerintah terkait penambahan wamen sehingga tidak ada kesan bahwa penambahan wamen itu hanya sebatas politik akomodasi," kata Adi kepada Republika, Rabu (5/1/2022).
Adi menilai, publik mungkin bakal memahami jika posisi wakil menteri diberikan untuk Kemendagri mengingat tahun ini ada banyak kepala daerah yang masa tugasnya berakhir sehingga kementerian itu disibukkan dengan penunjukan penjabat (Pj) ataupun pelaksana tugas (Plt) kepala daerah. Untuk melancarkan transisi kepemimpinan tersebut, seorang Mendagri wajar dibantu oleh seorang wamen.
Namun sebelumnya, presiden juga telah menekan Perpres terkait posisi wamen di Kemensos. Karena itu, ia mempertanyakan posisi wamen di tempat lain seperti Kementerian Sosial (Kemensos).
“Bukankah Bu Risma itu sudah kelihatan bekerja secara optimal, powerful, rutin roadshow blusukan kemana-mana, secara lengkap cukup Risma yang bisa mengeksekusi semua kepentingan yang terkait Kemensos, tidak butuh wamen," ujarnya.
Selain itu, penambahan posisi wamen justru bertentangan dengan semangat debirokratisasi yang selama ini disampaikan pemerintah. Penambahan posisi wamen tersebut justru membuat birokrasi semakin gemuk.
"Kalau semua kementerian butuh support wamen kenapa hanya sejumlah kementerian tertentu tidak di kementerian lain, itu pertanyaan mendasar. Makanya supaya publik tidak curiga kemudian buru-buru menuding politik bagi-bagi jatah saya kira posisi wamen di setiap kementerian perlu dijelaskan urgensi dan relevansinya," tuturnya.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, juga mempertanyakan hal serupa. Ujang mengatakan, tak ada urgensinya sama sekali posisi wamen pada Kemensos bagi kepentingan publik. Penambahan jabatan wakil menteri tersebut tidak sesuai dengan semangat perampingan demokrasi.
"Pemerintah ingin merampingkan birokrasi dan ingin efisiensi anggaran. Tapi nyatanya pengangkatan wamensos itu membebani anggaran negara," ujarnya kepada Republika, Rabu (5/1/2022).
Ia menduga perpres tersebut merupakan bagian dari upaya bagi-bagi kursi dan jabatan saja. "Karena kita tahu, masih banyak partai-partai politik dan relawan atau tim sukses yang belum dapat jabatan. Jabatan wakil menteri sosial itu bagian dari skenario bagi-bagi kursi dan jabatan itu," kata Ujang.
Ia pun meyakini rakyat tak akan setuju dengan adanya jabatan baru wamensos tersebut. Bahkan, menurutnya, langkah yang dilakukan tersebut tak lain merupakan hanyalah bagian dari politik balas jasa.
"Dalam politik (mengakomodasikan kepentingan politik) tetap perlu Karena bagian dari komitmen politik untuk saling mengamankan,” kata dia.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan menambah jabatan wakil menteri (wamen) di Kementerian Dalam Negeri. Keputusan tersebut tertuang di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 114 Tahun 2021 tentang Kementerian Dalam Negeri.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menandatangani sejumlah perpres yang mengatur soal penambahan jabatan wakil menteri, di antaranya seperti posisi wakil menteri di Kementerian Sosial, Kemenpan-RB, dan Kemendikbudristek.
Aturan yang ada memang memungkinkan presiden menunjuk wakil menteri. Wakil menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Selain itu, wakil menteri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri dan memiliki tugas membantu Menteri dalam memimpin pelaksanaan tugas kementerian.
Dalam ruang lingkup bidang tugas wakil menteri meliputi: membantu menteri dalam perumusan dan/atau pelaksanaan kebijakan kementerian serta membantu menteri dalam mengkoordinasikan pencapaian kebijakan strategis lintas unit organisasi jabatan pimpinan tinggi madya atau eselon I di lingkungan kementerian.