REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ginekologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang fokus mempelajari penyakit-penyakit sistem reproduksi wanita. Di Eropa modern awal atau di abad pertengahan sangat jarang menemukan dokter wanita.
Dalam masyarakat Islam kala itu, mereka yang mengeluh sakit hanya akan mendapatkan perawatan dari anggota keluarga. Sedangkan dokter-dokter pria akan menganggap dokter wanita ini sebagai bidan atau perawat, tidak lebih.
Sehingga di dunia abad pertengahan itu, ada sangat sedikit referensi untuk dokter wanita dalam literatur biografi dan medis Arab. Selain itu, jika pun ada, tidak ada catatan medis oleh dokter wanita yang bertahan.
Dilansir dari Muslim Heritage, sejarawan Ibn Abī Uṣaybiʿa (w. 1270) mengidentifikasi seorang wanita bernama Zaynab, yang dikaitkan dengan suku Kuū Awd Arab selatan, sebagai salah satu dokter terkenal yang bekerja sekitar waktu kedatangan Islam (lihat ed. Müller 1882, vol. 1, hal. 123, baris 13-17; Pormann 2014, 657). Meskipun demikian, laporan tentang Zaynab dan keterampilannya sebagai oculist tampak mencurigakan karena penulis biografi abad kesepuluh seperti Ibn al-Nadīm (fl. 987) dan Ibn Ǧulǧul (d.c. 994) tidak menyebutkannya dalam daftar dokter pra-Islam terkenal mereka.
Menurut ahli bedah Abū al-Qāsim al-Zahrāwī (fl.c. 1000), dokter wanita Muslim jarang di Spanyol, padahal bantuan mereka sangat dibutuhkan dalam membantu pengobatan penyakit alat reproduksi. Dalam sebuah bab 'tentang ekstraksi batu dari seorang wanita' dalam ensiklopedia medisnya, al-Zahrawi menuliskan untuk membawa dokter wanita yang kompeten ketika pasiennya menolak diperiksa oleh dokter laki-laki.