REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Media sosial China, Weibo, melarang seorang ekonom bernama Ren Zeping mengunggah konten setelah memicu kontroversi dengan menyarankan bank sentral menggelontorkan dana sebesar 314 miliar dolar AS untuk "anggaran kesuburan". Langkah tersebut mendorong masyarakat memiliki lebih banyak anak.
Ren merupakan mantan kepala ekonomi untuk raksasa properti China yang kini terlilit utang, Evergrande Group. Di akun Weibonya, ia memiliki pengikut sebanyak 3,6 juta orang. Kini akun tersebut bertuliskan "karena melanggar regulasi dan hukum terkait, saat ini pengguna dilarang mengunggah".
Hingga Kamis (13/1/2022) Weibo tidak menyebutkan regulasi atau hukum apa yang telah dilanggar. Sudah lama pemerintah China khawatir dengan angka kelahiran negara terpadat di dunia itu. Surat kabar yang dikelola pemerintah China, Securities Times, melaporkan larangan yang diterapkan Rabu (12/1/2022) kemarin berlaku selama dua pekan. Harian tersebut mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya.
Pada pekan ini Ren mempublikasikan dua esai yang menyarankan cara "paling pragmatis dan efektif" dalam meningkatkan angka kelahiran di China yang merosot. Menurutnya bank sentral harus mencetak 2 triliun yuan atau 314 miliar dolar AS untuk anggaran kesuburan yang didistribusikan per bulan untuk setiap anak yang lahir.
Ren menulis apabila bank sentral mengikuti sarannya, maka China dapat menambah 50 juta kelahiran dalam sepuluh tahun ke depan dengan mendorong angka kelahiran. Langkah itu disebut Ren dapat mencegah penurunan jumlah populasi.
Ren belum menanggapi permintaan komentar. Selama puluhan tahun China memberlakukan kebijakan "satu anak" untuk membatasi pertumbuhan penduduk.
Berdasarkan statistik resmi pemerintah yang dirilis November lalu, angka kelahiran tahun 2020 turun ke titik terendah dengan 8,52 kelahiran per 1.000 orang atau di bawah 1 persen. Pemerintah China mengumumkan untuk mendorong kelahiran setiap pasangan kini mungkin diizinkan memiliki tiga anak.
Esai Ren yang awalnya dirilis di akun WeChat kemudian diunggah ulang di Weibo hingga akhirnya memicu diskusi. Kini esai tersebut tidak ada di dua media sosial tersebut. Namun akun WeChat Ren masih aktif meski ia tidak mengunggah konten baru setelah Weibo melarangnya mengunggah sesuatu. Surat kabar Securities Times melaporkan larangan Weibo tidak berlaku di media sosial lain.
Ren tidak jauh dari kontroversi. Dia mengawali kariernya sebagai ekonom di sebuah lembaga penelitian Dewan Negara atau kabinet China. Namanya mencuat setelah prediksinya tentang puncak dan hancurnya pasar saham China tahun 2015 terbukti akurat .