REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Tim saber pungutan liar (pungli) Jawa Barat membongkar dugaan praktik pungli di SMAN 22, Kota Bandung, yang diduga melibatkan pimpinan sekolah. Modus pungli yang dilakukan, yaitu diduga meminta uang sebesar Rp 10 juta kepada orang tua siswa yang hendak memindahkan anaknya dari sekolah di Jakarta ke sekolah tersebut.
Kepala Bidang Data dan Informasi Saber Pungli Jawa Barat (Jabar) Yudi Ahadiat mengatakan, pihaknya sudah melakukan penyelidikan di SMAN 22 Bandung terkait dugaan praktik pungli. Selanjutnya mendatangi sekolah untuk memeriksa terhadap salah satu pimpinan sekolah tersebut.
"Tanggal 15 mendatangi lokus SMAN 22, kita melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang diduga melakukan pungli, yaitu saudara ER, selaku wakil kepala sekolah bidang humas. ER ini, atas sepengetahuan yang diketahui oleh kepala sekolah, untuk melakukan pungutan terhadap orang tua siswa yang mutasi di luar Kota Bandung, Jakarta tempatnya," ujarnya saat dihubungi, Ahad (16/1/2022).
Ia menuturkan orang tua siswa yang hendak memindahkan anaknya ke SMAN 22 Bandung diminta uang sebesar Rp 20 juta. Namun, orang tua siswa merasa keberatan hingga akhirnya terjadi negosiasi dan muncul angka Rp 10 juta.
"Dia dimintai uang Rp 20 juta untuk masuk ke SMA 22, orang tua ini keberatan dengan nilai Rp 20 juta maka negosiasi dia dengan ER Rp 15 turun lagi Rp 10 juta langsung dibayar di sana," katanya.
Setelah tim melakukan pemeriksaan di SMAN 22, Yudi mengatakan, jumlah orang tua siswa yang dimintai sejumlah uang saat hendak memindahkan anaknya bertambah menjadi tiga orang. Mereka dimintai uang sebesar Rp 10 juta.
"Bukan hanya pengadu saja, ada orang tua lain yang sama mutasi total tiga orang dengan pengadu dimintai Rp 10 juta. Jadi uang 30 juta diamankan," katanya.
Ia menegaskan dugaan praktik pungli terhasap siswa yang hendak mutasi tidak dibenarkan. Sebab tidak terdapat aturan yang mengatur khusus terkait hal tersebut dan berpotensi dapat dikenakan sanksi.
"Hal ini tidak dibenarkan adanya pungutan terhadap siswa mutasi karena berdasarkan pergub tidak ada yang mengharuskan membayar administrasi, yang ada administrasi umum jadi jelas ini suatu pungutan bila terjadi akan dikenakan sanksi," katanya.
Pihaknya telah memeriksa terduga pelaku yang masih berstatus terperiksa dan selanjutnya akan menggelar perkara pada pokja yustisi Saber Pungli Jabar. Hasil gelar perkara akan menentukan kasus tersebut dibawa ke ranah mana.
"Pelaku ini diperiksa dan hasilnya akan digelar di pokja yustisi untuk menentukan apakah akan dilimpahkan ke aparat penegak hukum, diproses secara hukum juga nanti masuk ke pidana umum atau khusus. Yustisi yang akan menetapkan atau dilimpahkan ke inspektorat," katanya.
Gelar perkara, Yudi mengatakan akan dilakukan segera. Menurutnya, hasil gelar perkara tidak menutup kemungkinan terduga pelaku dapat terjerat masalah hukum. "Bisa saja, nunggu putusan. Pungutan tidak ada dasar dan bukti ada. Putusan nanti yustisi karena banyak pertimbangan," ungkapnya.
Ia mengimbau kepada masyarakat atau orang tua siswa untuk mengetahui bahwa pungutan atau iuran di SMA atau SMK tidak dibenarkan berdasarkan peraturan Gubernur Jabar tahun 2020. Pihaknya menduga praktik pungli terjadi di tempat lainnya namun kendala yang dihadapi tidak adanya orang tua siswa yang melapor.
"Mungkin sekolah lain ada hal semacam pungutan apakah mutasi atau yang lain yang lebih besar dari SMAN 22 namun tidak ada yang mengadu. Bagi orang tua yang mengetahui itu bisa lapor ke Saber Pungli Jabar di Jalan Diponegoro bisa melalui WA atau email. Pengadu akan dirahasiakan," katanya.