REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota panitia khusus (Pansus) rancangan undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) Fraksi Partai Demokrat Muslim sepakat dengan nama pemerintah daerah khusus ibu kota negara. Namun, pihaknya tak sepakat jika pemerintahannya dipimpin oleh kepala otorita setingkat menteri.
"Bentuk pemerintahannya adalah badan otorita yang dikepalai oleh badan otorita, ini kita lihat menjadi tidak konsisten," ujar Muslim dalam rapat panitia kerja (Panja) dengan pemerintah, Senin (17/1).
Pemerintah daerah khusus ibu kota negara telah disepakati oleh DPR dan pemerintah akan setingkat provinsi. Namun, akan menjadi aneh jika dipimpin oleh kepala otorita setingkat menteri yang dipilih langsung oleh Presiden.
"Rujukannya tentu kita tidak jangan sampai menyalahi UUD 1945, ini nanti kita minta catatannya terkait poin tersebut," ujar Muslim.
Adapun Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menjelaskan, pihaknya sudah menyepakati pemerintah daerah khusus ibu kota negara adalah setingkat provinsi. Namun, pemerintahan tersebut akan dipimpin oleh kepala otorita yang setingkat menteri.
"Kita sudah beberapa kali menjelaskan ini beberapa kali dan kita tetap dengan definisi yang kita usulkan dan definisi ini menurut saya adalah jalan tengahnya," ujar Suharso.
Kepala otorita ditegaskannya juga tak melanggar Pasal 18b Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah daerah khusus IKN ini akan setingkat provinsi yang akan menjadi daerah pemilihan (dapil) nasional.
Ia mencontohkan pemerintahan desa yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Meskipun desa berada dalam satu pemerintahan daerah, tapi aturannya tak mengganggu pemerintahan daerah tersebut.
"Sebab memang satuan-satuan pemerintahan daerah yang disebut dalam UUD pasal 18b, itu memang kalau kita baca dulu perubahan kedua UUD dan kalau kita baca di penjelasan, penjelasan sekali lagi Pasal 18 UUD aslinya, di sana tidak dikenal kata khusus yang ada adalah istimewa," ujar Suharso.