REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil tiga lurah sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi. Mereka diperika terkait kasus wali lota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi alias Pepen.
"Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi untuk tersangka RE (Rahmat Effendi)," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (21/1).
Tiga lurah yang dipanggil, yaitu Lurah Teluk Pucung (Kecamatan Bekasi Utara) Djunaidi Abdillah, Lurah Perwira (Kecamatan Bekasi Utara) Isma Yusliyanti, dan Lurah Kaliabang Tengah (Kecamatan Bekasi Utara) Ahmad Hidayat. Selain itu, KPK juga memanggil seorang saksi lainnya, yaitu Ina selaku staf bagian hukum Pemkot Bekasi.
KPK total menetapkan sembilan tersangka dalam operasi tangkap tangan di Pemkot Bekasi beberapa waktu lalu. Sebagai penerima, yaitu Rahmat Effendi, Sekretaris DPMPTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).Sebagai pemberi, yakni Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemkot Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran Rp 286,5 miliar. Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi, Jawa Barat senilai Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan polder 202 sebesar Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan polder air Kranji senilai Rp 21,8 miliar, dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
Atas proyek tersebut, tersangka Pepen diduga menetapkan lokasi di tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud. Pepen juga meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan.
Kemudian sebagai bentuk komitmen, dia juga diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi dengan sebutan untuk 'sumbangan masjid'. Uang pun diserahkan melalui perantara orang kepercayaan Rahmat Effendi, yaitu Jumhana Lutfi yang menerima Rp 4 miliar dari Lai Bui Min, Wahyudin yang menerima Rp 3 miliar dari Makhfud Saifudin, dan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga Pepen sejumlah Rp 100 juta dari Suryadi.
Tidak hanya itu, Pepen diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemkot Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Pepen yang dikelola oleh Mulyadi yang pada saat dilakukan tangkap tangan tersisa uang sejumlah Rp 600 juta.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi. Adapun Pepen diduga menerima Rp 30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin.