REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— PTPN V sebagai payung besar sawit harus mampu menjadi jangkar stabilitas komoditas kebutuhan pokok yang dibutuhkan rakyat. Sehingga, mampu mendorong produksi sawit untuk kebutuhan domestik.
Saran ini disampaikan anggota Komisi VI DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono, saat mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, di Pekanbaru, Provinsi Riau, pada Kamis (27/1/22). Kegiatan tersebut dalam rangka peninjauan produk sawit untuk mendukung ketersediaan produksi minyak goreng dan turunannya.
Menurut pria yang kerab disapa Ibas ini, PTPN V harus mampu mendorong produksi sawit untuk kebutuhan domestik, jangan hanya digunakan untuk kepentingan ekspor semata.
“Sesuai dengan moto, PTPN V harus menunjukkan kapabilitasnya sebagai ‘Pekebun Hebat’ dalam menjamin stabilitas persediaan sawit dalam negeri,” kata dia, dalam keterangannya, Jumat (28/1/2022).
Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PTPN V memang sudah semestinya hadir untuk berkontribusi terhadap pendapatan negara, namun menurut Ibas jangan sampai target ini justru memberikan beban kepada rakyat dalam kelangkaan produksi sawit dan turunannya.
Lebih lanjut, bisnis minyak goreng sendiri saat ini dikuasai oleh perusahaan-perusahaan raksasa bermodal besar, jarang sekali perusahaan skala kecil yang berbisnis pengolahan CPO dan turunannya. Menurut Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI ini, hal tersebut bisa jadi penyebabnya karena adanya berbagai peraturan dan syarat yang cukup berat untuk dilakukan pebisnis-pebisnis kecil.
“Oleh karena itu, PTPN V memiliki peranan penting agar ke depan jangan sampai ada praktik kartel minyak goreng di Indonesia,” tambahnya.
Ibas juga menyampaikan bahwa kenaikan harga tentunya akan berkontribusi terhadap inflasi. Jika inflasi tinggi akan mengakibatkan semua harga komoditas naik, yang akhirnya berdampak pada rakyat.
“Tentunya ini akan berdampak buruk bagi konsumen. Minyak goreng adalah kebutuhan pokok yang diperlukan orang banyak. Jangan sampai kenaikan minyak goreng ini berdampak sistematik,” kata Ibas.
Menurut Wakil Ketua Banggar DPR RI tersebut, pengusaha pastinya menginginkan keuntungan. Namun, kebijakan ekspor dan jual dalam negeri harus seimbang. Sehingga diperlukan campur tangan pemerintah untuk mengaturnya.
“Perlu campur tangan pemerintah di sini. Harus ada peraturan misalnya, menetapkan kuota untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sebelum melakukan ekspor. Dapur ngebul boleh tapi kebutuhan dapur harus tetap tersedia jangan sampai kelaparan rakyat kita,” tegasnya.
Ibas menambahkan bahwa untuk menghadapi kondisi ini diperlukan strategi dan langkah konkrit. Harga harus stabil dan komoditas turunan harus sesuai ditingkatkan. Pemberian subsidi negara tentu saja juga diperbolehkan, asal kemudian tidak membuat perusahaan merugi.
“Mendorong terus adanya bentuk inovasi dan adopsi teknologi yang dilakukan oleh PTPN V, terutama terkait dengan penggunaan teknologi berdasarkan Precision Agriculture sesuai dengan prinsip Revolusi Industri 4.0 di Indonesia,” kata Ibas.
Tak lupa Ibas juga memberikan apresiasi kepada PTPN V yang telah memulai untuk menggunakan teknologi dalam proses pengawasan kegiatan BUMN tersebut.
“Walaupun sedikit baiknya dan apresiasi bahwa PTPN V telah memulai untuk menggunakan teknologi dalam proses dan pengawasannya, sehingga kegiatan di PTPN V lebih efisien dan produktif,” tutupnya.