REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi berpendapat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 2 Tahun 2022 tentang Cara dan Persyaratan Pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT) sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
“Filosofi JHT memang untuk meng-cover ketika peserta memasuki masa tua, atau pensiun,” kata Ristadi kepada wartawan, Senin (14/2/2022).
Menurut Ristadi Permenaker 2/2022 yang baru akan berlaku pada 4 Mei 2022 ini, sebenarnya perintah dari pasal 37 UU 40/2004. Dalam pasal itu disebutkan bahwa manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai dibayarkan sekaligus saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
“Secara yuridis dan filosofis pemerintah tidak salah, situasinya saja yang belum tepat,” ucapnya.
Kata dia, jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) yang dibuat pemerintah untuk menyiasati pekerja yang kehilangan pekerjaan juga belum sepenuhnya mampu memenuhi keinginan buruh. Sebab, masih perlu kejelasan dan sosialisasi tentang JKP tersebut.
“JKP bisa didapat kalau kemudian pekerja itu atau peserta itu masuk ke dalam program BPJS secara lengkap, program jaminan kesehatan, program kecelakaan kerja, jaminan kematian, pensiun termasuk JHT,” katanya.
Namun, kata dia, belum semua pekerja cover seluruh program jaminan sosial ini. Banyak pekerja sudah jadi peserta program JHT tapi belum ikut program jaminan pensiun.
Selain itu, banyak pengusaha yang menunggak iuran. Peserta belum tentu bisa mendapatkan JKP.
“Pengusaha menunggak saja satu atau dua bulan pas terjadi, maka tidak mendapatkan klaim jaminan kehilangan pekerjaan. Tentu ini harus dipertimbangkan dan dihitung kembali dalam situasi ini,” katanya.
Menurutnya saat ini banyak pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), kemudian kemampuan keuangan perusahaan yang tak maksimal, belum tentu orang PHK langsung dapat pesangon. Adapun situasi ini membuat pekerja mengandalkan tabungan JHT sebagai solusi darurat.