Selasa 15 Feb 2022 17:39 WIB

Surplus Dagang Terus Mengecil, Ekonom: Dampak Pelarangan Ekspor

Tercatat, surplus dagang pada Januari 2022 hanya 930 juta dolar AS.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja mengawasi bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara (ilustrasi). Surplus neraca perdagangan mengalami penurunan pada awal tahun 2022.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Pekerja mengawasi bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara (ilustrasi). Surplus neraca perdagangan mengalami penurunan pada awal tahun 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surplus neraca perdagangan mengalami penurunan pada awal tahun ini. Ekonom menilai, penurunan surplus itu salah satunya akibat dampak pelarangan ekspor komoditas yang dilakukan pemerintah di awal tahun ini.

Tercatat, surplus dagang pada Januari 2022 hanya 930 juta dolar AS. Nilai itu turun dari Desember 2021 yang sebesar 1,01 miliar dolar AS.

Baca Juga

Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan, penurunan surplus sejatinya mulai terjadi konsisten sejak November 2021.

Memasuki awal tahun, pemerintah menerapkan larangan ekspor batu bara demi menjaga harga dan pasokan untuk kebutuhan dalam negeri. Di akhir Januari, pemerintah pun menetapkan domestic market obligation (DMO) minyak sawit mentah (CPO) yang dinilai ikut berdampak pada penurunan ekspor sawit.

"Penurunan surplus dagang ini memang efek pelarangan ekspor karena pemerintah dilema harus memilih antara dorong ekspor karena momentum harga sedang naik atau stabilitas harga dalam negeri," kata Bhima kepada Republika.co.id, Selasa (15/2/2022).

Bhima mengatakan, jika situasi ini terus terjadi, kecil kemungkinan Indonesia bisa mengulang capaian surplus dagang seperti tahun 2021 yang sempat mencetak rekor 35,53 miliar dolar AS.

"Bahkan surplus dagang yang makin kecil tidak menutup kemungkinan akan terjadi defisit perdagangan pada semester pertama 2022. Ini yang harus diperhatikan pemerintah," kata Bhima.

Di sisi lain, varian Covid-19 omicron juga tetap harus diwaspadai pemerintah. Sebab, bukan tidak mungkin peningkatan kasus Covid-19 dunia bisa menekan permintaan barang ke Indonesia baik itu komoditas maupun barang jadi yang berujung pada penurunan ekspor.

Sementara itu, dari sisi impor, Bhima mengatakan akan terjadi kenaikan impor setidaknya mulai Maret menjelang masuknya bulan Puasa dan Lebaran pada April-Mei mendatang."Impor bulan Januari memang tercatat turun 14,62 persen month to month dan itu faktor musiman hingga Februari. Nanti akan ada peningkatan jelang Ramadhan," kata Bhima.

Sementara itu, Deputi Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengatakan, pertumbuhan ekspor dan impor Januari 2022 jika dibanding 2021 masih mencatatkan kenaikan. Hal itu menunjukkan bahwa tren perdagangan tahun ini akan lebih tinggi dibanding 2021.

Adapun, penurunan yang terjadi secara bulanan baik ekspor maupun impor, salah satunya disebabkan oleh larangan ekspor batu bara bulan lalu. "Ekspor yang turun secara month to month (mtm) karena faktor musiman dan adanya pelarangan ekspor batu bara," kata Iskandar.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement